(TELADAN) ILMU ADALAH PENERANG DAN PENYEBAB KEBERKAHAN ILMU
Para sahabat, tabi'in dan generasi awal Islam memiliki kesungguhan yang
luar biasa dalam menuntut ilmu. Mereka rela bersusah payah dan
mengadakan perjalanan yang jauh demi mendapatkan penafsiran sebuah ayat
atau meriwayatkan sebuah hadits dari seorang ulama. Inilah kisah imam
Sa'id bin Musayyib Al-Madani (wafat tahun 94 H), seorang ulama besar
tabi'in, penghulu generasi tabi'in dan menantu sahabat Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu. Ulama tafsir, hadits dan sejaran Islam, imam Ibnu
Katsir Ad-Dimasyqi dalam Al-Bidayah wan Nihayah menulis tentang biografi
imam Sayid bin Musayyib: "Imam Malik meriwayatkan dari imam Yahya bin
Sa'id dari Sa'id bin Musayyib berkata: "Saya dahulu mengadakan
perjalanan jauh selama beberapa hari dan beberapa malam demi mendapatkan
satu hadits."
Inilah kisah ulama besar generasi tabi'in di negeri Syam, imam Makhlul
Asy-Syami (wafat tahun 112 H). Ulama hadits dan sejarawan Islam, imam
Adz-Dzahabi menulis dalam Tadzkiratul Hufazh: "Dari Ibnu Ishaq berkata:
Saya mendengar Makhul berkata: "Saya telah berkeliling dunia untuk
menuntut ilmu." Abu Wahb meriwayatkan bahwa Makhul berkata: "Saya
dimerdekakan di Mesir, maka aku tidak membiarkan seorang ulama pun di
Mesir melainkan ilmunya telah aku kuasai. Aku kemudian pergi ke Irak dan
Madinah, maka aku tidak membiarkan seorang ulama pun di kedua negeri
itu melainkan ilmunya telah aku kuasai. Aku kemudian mendatangi negeri
Syam maka aku menyaring ilmu para ulamanya."
Inilah kisah ulama besar tabi'in, Abul 'Aliyah Rufai' bin Mihran
Ar-Riyahi Al-Bashri (wafat tahun 93 H). Ulama hadits dan sejarawan
Islam, imam Al-Khathib Al-Baghdadi, dalam bukunya Ar-Kifayah fi Ilmir
Riwayah menulis: "Abul Aliyah berkata: "Kami mendengar riwayat hadits
dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam saat kami
berada di Bashrah, maka kami tidak puas sampai kami mengadakan
perjalanan ke Madinah untuk mendengar hadits-hadits tersebut secara
langsung dari mulut para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
salam."
Inilah kisah ulama besar generasi tabi'in kota Basrah, imam Abu Qilabah
Abdullah bin Zaid Al-Jarmi Al-Bashri (wafat tahun 104 H). Imam
Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Ar-Rihlah fi Thalabil Hadits menulis: "Imam
Abu Qilabah berkata: "Saya tinggal di Madinah selama tiga bulan, saya
tidak memiliki kepentingan di kota ini, selain menunggu kedatangan
seorang (sahabat) yang telah sampai berita kepadaku bahwa ia
meriwayatkan sebuah hadits. Sampai berita kepadaku bahwa ia akan datang,
maka aku menunggu kedatangannya sampai ia datang, sehingga ia bisa
menceritakan kepadaku hadits tersebut."
Tauladan mereka dalam mengadakan perjalanan jauh demi menuntut ilmu
adalah nabiyullah dan kalimullah, Musa 'alaihis salam. Meski beliau
adalah seorang nabi dan rasul yang mendapat predikat ulul azmi dan
kalimullah (orang yang pernah berbicara secara langsung dengan Allah),
beliau tidak malu dan malas untuk berjalan jauh demi menuntut ilmu.
Allah mengabadikan kisahnya dalam firman-Nya:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ
الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا (60) فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ
بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ
سَرَبًا (61) فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ
لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا (62) قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ
أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ
إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ
عَجَبًا (63) قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى
آثَارِهِمَا قَصَصًا (64) فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ
رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا (65) قَالَ
لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ
رُشْدًا (66)
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan
berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku
akan berjalan sampai bertahun-tahun."
Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai
akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada
muridnya: "Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa
letih karena perjalanan kita ini."
Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung
di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu
dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan
dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."
Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami,
yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah
Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?" (QS. Al-Kahfi [18]: 60-66, baca juga kelanjutan
kisahnya sampai ayat 82)
Teladan mereka adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam yang telah mengajarkan:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ
"Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu (Syariat), niscaya
Allah mudahkan baginya jalan ke surga." (HR. Abu Daud no. 3641,
Tirmidzi no. 2646 dan Ibnu Majah no. 223)
Semoga kita bisa mewarisi dan meneladani kesungguhan mereka dalam mendalami ilmu syariat Islam ini.
Daftar pustaka: Rysna, Mugni Agnina. 2013, "(TELADAN) ILMU ADALAH PENERANG DAN PENYEBAB KEBERKAHAN ILMU". http://www.paseban.com/yusufmansur/discussions/6092 (17 Oct 2012)