Mari Belajar dan Terus Belajar, Membenahi Diri
65 hari 16 jam 10 menit 45 detik
Menuju Awal Puasa Ramadhan 2023

23 Maret 2023

Selasa, 28 Oktober 2014

TANDA TANDA KEMATIAN



Allah telah memberi tanda kematian seorang muslim sejak 100 hari, 40 hari, 7 hari, 3 hari dan 1 hari menjelang kematian.

Tanda 100 hari menjelang ajal :
Selepas waktu Ashar (di waktu Ashar karena pergantian dari terang ke gelap), kita merasa dari ujung rambut sampai kaki menggigil, getaran yang sangat kuat, lain dari biasanya, bagi yang menyadarinya akan terasa indah di hati, namun yang tidak menyadari, tidak ada pengaruh apa-apa.

Tanda 40 hari menjelang kematian : Selepas Ashar, jantung berdenyut-denyut.
Daun yang bertuliskan nama kita di lauh mahfudz akan gugur. Malaikat maut akan mengambil daun kita dan mulai mengikuti perjalanan kita sepanjang hari.
Tanda 7 hari menjelang ajal : Akan diuji dengan sakit, orang sakit biasanya tidak selera makan. Tapi dengan sakit ini tiba-tiba menjadi berselera meminta makanan ini dan itu.

Tanda 3 hari menjelang ajal : Terasa denyutan ditengah dahi. Jika tanda ini dirasa, maka berpuasalah kita, agar perut kita tidak banyak najis dan memudahkan urusan orang yang memandikan kita nanti.

Tanda 1 hari sebelum kematian : Di waktu Ashar, kita merasa 1 denyutan di ubun-ubun, menandakan kita tidak sempet menemui Ashar besok harinya. Bagi yang khusnul khotimah akan merasa sejuk di bagian pusar, kemudian ke pinggang lalu ketenggorokan, maka dalam kondisi ini hendaklah kita mengucapkan 2 kalimat syahadat.

Sahabatku yang budiman, subhanAllah, Imam Al-Ghazali, mengetahui kematiannya. Beliau menyiapkan sendiri keperluannya, beliau sudah mandi dan wudhu, meng-kafani dirinya, kecuali bagian wajah yang belum ditutup. Beliau memanggil saudaranya Imam Ahmad untuk menutup wajahnya. SubhanAllah. Malaikat maut akan menampakkan diri pada orang-orang yang terpilih. Dan semoga kita menjadi hamba yang terpilih dan siap menerima kematian kapanpun dan di manapun kita berada.

***************
******************************
Yang menyempatkan baca,
klik Amiin ?
semoga dimatikan Allah Husnul Khatimah & masuk surga tanpa hisab.
Amiin ......

Jumat, 24 Oktober 2014

MENGAPA KITA HARUS BELAJAR AQIDAH....?




Kaum muslimin yang dirahmati Allah, aqidah merupakan ilmu terpenting yang harus diketahui oleh setiap muslim. Mengapa demikian? Karena aqidah merupakan pondasi tegaknya amal ibadah dan syarat diterimanya amalan.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang menghendaki perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Allah ta'ala juga berfirman (yang artinya), “Sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan nabi-nabi sebelummu: Jika kamu berbuat syirik niscaya lenyaplah seluruh amalmu, dan kamu pasti akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

Ibadah kepada Allah tidak akan diterima jika tidak dilandasi dengan tauhid. Oleh sebab itu Allah berfirman mengenai amal-amal orang musyrik dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan Kami tampakkan segala amal yang dahulu mereka kerjakan, lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)

Oleh karenanya, wajib bagi setiap muslim untuk memahami tauhid berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah sebagaimana yang telah dipahami oleh para Sahabat radhiyallahu'anhum. Memahami ilmu aqidah adalah kunci keselamatan seorang hamba di dunia dan di akhirat. Inilah kunci utama untuk membebaskan diri dari kerugian.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.” (QS. al-'Ashr: 1-3)

Keimanan yang benar adalah keimanan yang tidak dicampuri dengan syirik dan kekafiran. Itulah sebab pokok untuk meraih keamanan dan petunjuk dari Allah. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan, dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” (QS. Al-An'am: 82)

Syirik adalah sebuah kezaliman, bahkan ia merupakan kezaliman yang paling besar. Allah ta'ala mengisahkan nasihat Luqman kepada putranya (yang artinya), “Wahai anakku! Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13)

Karena hanya Allah yang menciptakan dan memelihara kita, maka sudah semestinya kita hanya beribadah kepada-Nya dan berlepas diri dari segala sesembahan selain-Nya. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Sembahlah Rabb kalian; yaitu yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)

Aqidah inilah yang disebut oleh para ulama dengan istilah fiqih akbar. Imam Ibnu Abil 'Izz al-Hanafi mengatakan, bahwa kebutuhan hamba kepada ilmu ini adalah di atas kebutuhan mereka terhadap perkara-perkara yang lain (lihat Syarh ath-Thahawiyah, hal. 69)

Oleh sebab itu pula, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengutus Mu'adz bin Jabal radhiyallahu'anhu untuk berdakwah di negeri Yaman, maka beliau berpesan, “Hendaklah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafal Bukhari)

Hal ini tentu saja menunjukkan betapa pentingnya ilmu tauhid dan betapa besar kebutuhan umat manusia terhadapnya. Sehingga, tidaklah mengherankan jika seluruh dakwah para rasul tegak di atas misi yang sama. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang rasul -yang berseru- : Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut itu.” (QS. An-Nahl: 36)

Dari sinilah, kita dapat menyimpulkan bahwa berbagai seruan yang mengatasnamakan kebangkitan Islam atau melanjutkan kembali kehidupan Islam akan tetapi tidak dibarengi dengan tarbiyah tauhid dengan benar adalah omong kosong belaka! Bukankah tidak jarang kita dengar sayup-sayup ucapan mereka, “Dakwah tauhid memecah-belah umat” [?!] “Dakwah tauhid mencerai-beraikan barisan” [?!] “Dakwah tauhid sudah ketinggalan jaman” [?!] “Dakwah tauhid membuat orang lari” [?!] “Dakwah tauhid tidak digemari orang” [?!]

Maha suci Allah dari apa yang mereka ucapkan! Akankah kita katakan dakwah para rasul ini dakwah yang memecah-belah umat, mencerai-beraikan barisan mereka, sudah ketinggalan jaman, membuat orang lari, dan -lebih parah lagi jika dikatakan bahwa dakwah tauhid mesti disingkirkan gara-gara- tidak digemari orang?! Allahul musta'an.

Bagaimana mungkin kita bisa sepakat membuat orang untuk bersama-sama memerangi riba dan zina sementara kita lalai dari mengajak mereka untuk memberantas syirik dan pemujaan berhala?! Ataukah kita telah menganggap berhala masa kini sudah tiada? Karena manusia sudah berpindah ke masa kecanggihan teknologi sehingga jauh dari klenik dan ritual-ritual kemusyrikan? Benarkah demikian?!

Bagaimana mungkin kita bersemangat tatkala menghasung umat untuk mencabut riba sampai akar-akarnya namun di saat yang sama pemurnian aqidah seolah menjadi agenda dan tema pembahasan yang terlupa?! Padahal, Allah telah berfirman tentang besarnya dosa yang satu ini dalam ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan Dia akan mengampuni dosa lain yang berada di bawah tingkatan itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisaa': 48)

Dan lebih ajaib lagi jika kita mengangankan tegaknya sebuah daulah Islam di atas negeri yang syirik dan bid'ah merajalela bak jamur di musim hujan bahkan seolah telah mendarah daging dalam hidup dan kehidupan mereka?!

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata: Sungguh membuatku kagum ucapan salah seorang penggerak ishlah/perbaikan pada masa kini. Beliau mengatakan: “Tegakkanlah daulah/pemerintahan Islam di dalam hati kalian, niscaya ia akan tegak di atas bumi kalian.” (lihat Ma'alim al-Manhaj as-Salafi fi at-Taghyir, hal. 24)

Sungguh benar firman Allah ta'ala (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sampai mereka mau merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra'd: 11). Kepada Allah semata kita memohon taufik dan bimbingan.

Nasehat Imam Syafi'i

ar-Rabi' mengatakan: Aku mendengar Syafi'i mengatakan, “Apabila kalian mendapati di dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ikutilah hal itu dan tinggalkan pendapatku.” (lihat Tarajim al-A'immah al-Kibar, hal. 55)

ar-Rabi' berkata: Aku mendengar beliau -Imam Syafi'i- mengatakan, “Langit manakah yang akan menaungiku. Bumi manakah yang akan menjadi tempat berpijak bagiku. Jika aku meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian aku tidak berpendapat sebagaimana kandungan hadits tersebut.” (lihat Tarajim al-A'immah al-Kibar, hal. 56)

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidaklah beriman, hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim/pemutus perkara atas segala perselisihan yang terjadi diantara mereka, kemudian mereka tidak mendapati kesempitan di dalam hati mereka, dan mereka pasrah kepadanya secara sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa': 65)

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah pantas bagi seorang beriman, lelaki atau perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara lantas masih ada bagi mereka pilihan lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)

al-Buwaithi berkata: Aku mendengar Syafi'i mengatakan, “Hendaklah kalian berpegang kepada para ulama hadits, sesungguhnya mereka adalah manusia yang paling banyak kebenarannya.” (lihat Tarajim al-A'immah al-Kibar, hal. 63)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Akan senantiasa ada sekelompok orang diantara umatku ini yang menang -di atas kebenaran- tidaklah membahayakan mereka orang yang menelantarkan mereka hingga tegak hari kiamat.” (Muttafaq 'alaih)

Para imam; Imam Abdullah bin al-Mubarak (wafat 181 H), Yazid bin Harun (wafat 206 H), Ali bin al-Madini (wafat 234 H), Ahmad bin Hanbal (wafat 241), dan Imam Bukhari (wafat 256 H) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan 'kelompok' di dalam hadits tersebut adalah as-habul hadits (pengikut hadits). Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Seandainya mereka bukan as-habul hadits maka aku tidak tahu lagi siapakah mereka itu?” (lihat Nasha'ih Manhajiyah Li Thalib 'Ilmi as-Sunnah an-Nabawiyah, hal. 18)

Wallahu a'lam. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil 'alamin.

Pengaruh Iman Terhadap Sifat Rahmat Allah Di Dalam Perilaku Seorang Hamba

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, mengimani sifat-sifat Allah adalah kewajiban kita sebagai seorang muslim. Salah satu sifat Allah yang wajib untuk kita yakini adalah sifat rahmat/kasih sayang. Allah ta'ala memiliki sifat rahmat. Sifat ini telah ditetapkan di dalam al-Kitab maupun as-Sunnah.

Misalnya, Allah ta'ala berfirman dalam surat al-Fatihah (yang artinya), “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” Allah ta'ala juga berfirman (yang artinya), “Dan adalah Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisaa': 96)

Di dalam as-Sunnah, misalnya dalam hadits yang diriwayatkan oleh 'Umar bin al-Khaththab radhiyallahu'anhu, beliau menceritakan bahwa suatu ketika ada serombongan tawanan perang yang dihadapkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Di tengah-tengah mereka ada seorang ibu yang kebingungan mencari bayinya. Setiap kali menemukan seorang bayi maka dia pun mendekap dan menyusuinya. Maka, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat, “Apakah menurut kalian perempuan ini tega untuk melemparkan bayinya ke dalam kobaran api?”. Para sahabat menjawab, “Tidak, demi Allah! Padahal dia sanggup untuk tidak melemparkannya.” Lalu Nabi bersabda, “Sungguh Allah lebih penyayang daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun, perlu dicermati bahwa rahmat Allah itu terbagi menjadi dua; rahmat yang umum dan rahmat yang khusus. Rahmat yang umum diperoleh siapa pun, orang beriman maupun orang kafir, orang yang taat maupun yang maksiat. Yang dimaksud adalah rahmat di dunia semata. Sebagaimana firman Allah yang menceritakan ucapan para malaikat (yang artinya), “Wahai Rabb kami, maha luas rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu.” (QS. Ghafir: 7)

Adapun rahmat yang khusus adalah yang diperuntukkan bagi orang yang beriman dan bertakwa. Hal ini diperoleh tidak hanya di dunia, bahkan juga di akhirat. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Dan rahmat-Ku maha luas mecakup segala sesuatu. Akan tetapi akan Aku tetapkan hanya untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A'raaf: 156)

Rahmat Allah yang bersifat umum dapat kita saksikan bukti-buktinya berupa segala macam nikmat dunia yang dirasakan oleh manusia. Air, udara, cahaya, matahari, makanan dan minuman, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Semua orang bisa mendapatkannya tanpa membeda-bedakan agama dan keyakinan mereka.

Adapun rahmat Allah yang bersifat khusus dapat kita lihat di dunia dengan nikmat hidayah yang Allah berikan kepada umat manusia dan diyakini oleh kaum muslimin yaitu dengan turunnya al-Qur'an, diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab. Inilah rahmat yang khusus dan menjamin kebahagiaan yang sesungguhnya.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut. Maka diantara mereka ada yang Allah berikan hidayah dan ada yang tetap padanya kesesatan.” (QS. An-Nahl: 36)

Allah ta'ala juga berfirman (yang artinya), “Alif lam lim. Inilah Kitab (al-Qur'an). Tidak ada keraguan sama sekali di dalamnya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa; yaitu orang-orang yang mengimani yang gaib dan mendirikan sholat, serta memberikan infak dari sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka. Dan orang-orang yang mengimani apa yang diturunkan kepadamu dan apa-apa yang diturunkan sebelummu, dan mereka meyakini hari akhirat. Mereka itulah yang berada di atas petunjuk dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 1-5)

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka dia tidak akan sesat dan tidak akan binasa.” (QS. Thaha: 123)

Keimanan terhadap sifat rahmat Allah ini memiliki banyak dampak positif dan pengaruh kuat terhadap jiwa dan perilaku seorang hamba. Diantaranya adalah:

Pertama: Menumbuhkan kecintaan kepada Allah. Dimana Allah telah menganugerahkan berbagai macam nikmat kepada hamba-hamba-Nya. Termasuk di dalam cakupan nikmat ini adalah apa yang disyari'atkan oleh-Nya. Misalnya, Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Hanya saja Allah mengharamkan kepada kalian bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih untuk selain Allah. Barangsiapa yang terpaksa, tanpa melampaui batas dan tidak berlebihan [sehingga memakannya] maka tidak ada dosa atasnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173)

Maka, apabila seseorang tidak mendapatkan makanan pada keadaan dia sangat lapar dan hampir mati kecuali bangkai, maka ketika itu diperbolehkan baginya untuk memakan bangkai. Tidak ada dosa atasnya. Maka keringanan ini adalah bukti kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Oleh sebab itu hal ini akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seorang hamba kepada Rabbnya.

Allah ta'ala juga berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian. Sesungguhnya Allah adalah sangat penyayang kepada kalian.” (QS. An-Nisaa': 29)

Oleh sebab itu segala perkara yang menjerumuskan manusia kepada kebinasaan dilarang oleh Allah. Perbuatan bunuh diri dengan segala macam bentuk dan sebabnya. Hal ini menunjukkan besarnya kasih sayang Allah kepada seorang hamba. Dan tentu saja hal itu akan membuahkan rasa cinta di dalam hati seorang hamba kepada Rabbnya.

Kedua: Iman kepada rahmat Allah akan membukakan pintu roja'/harapan terhadap ampunan dan kasih sayang-Nya. Sehingga seorang hamba akan terbebas dari sikap putus asa terhadap rahmat Allah. Dan dengan keyakinan semacam ini seorang hamba akan mau bertaubat sebesar apapun dosa yang pernah dilakukannya.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang bertaubat setelah kezaliman yang dilakukannya dan melakukan perbaikan, maka Allah akan menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ma'idah: 39)

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya; Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala bentuk dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)

Ketiga: Iman kepada rahmat Allah akan membuahkan pengaruh pada diri seorang hamba untuk menempuh sebab-sebab yang mengantarkan dirinya untuk menggapai rahmat-Nya yang sesungguhnya. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat dengan orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS. Al-A'raaf: 56)

Sementara makna dari berbuat ihsan tidak hanya terbatas berbuat baik kepada makhluk, bahkan termasuk makna ihsan yang tertinggi adalah ihsan dalam beribadah kepada Allah. Sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Jibril yang sangat masyhur, “[Ihsan] adalah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya. Dan apabila kamu tidak sanggup beribadah seolah melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia Melihat dirimu.” (HR. Muslim dari 'Umar bin Khaththab radhiyallahu'anhu)

Maka siapa saja yang ingin menggapai rahmat Allah hendaklah dia berbuat ihsan dalam beribadah, yaitu dengan mentauhidkan-Nya dan menjauhi syirik, ikhlas dan tidak riya', memurnikan ibadah untuk Allah semata, bukan untuk mencari kesenangan dunia atau popularitas di kalangan manusia. Selain itu, hendaklah dia juga bergaul dengan manusia dengan akhlak yang utama. Inilah sebab untuk meraih rahmat dan ridha-Nya.

Dengan merenungkan manfaat dan pengaruh yang timbul dengan beriman terhadap sifat rahmat Allah inilah, kita bisa menyadari betapa dalam hikmah yang terkandung di dalam ayat ar-Rahmanir Rahim yang senantiasa kita baca di dalam sholat kita, yaitu yang tercantum dalam surat al-Fatihah; surat yang paling agung di dalam Kitab-Nya.

Sebab, dengan mengimani sifat rahmat Allah itulah seorang hamba akan mencintai Allah di atas kecintaannya kepada apa pun juga. Dengan mengimani sifat rahmat Allah pula seorang hamba akan terdorong untuk keluar dari kegelapan dosa menuju luasnya ampunan Allah dan rahmat-Nya. Karena keimanan kepada sifat rahmat Allah ini juga, seorang hamba akan berjuang untuk menggapai kedekatan dan kemuliaan di sisi-Nya.

Wallaahu ta'ala a'lam bish shawaab. Wa shallallaahu 'ala Nabiyyir rahmah, wa 'ala aalihi wa man tabi'ahum bi ihsanin ila yaumil qiyaamah. Walhamdulillaahilladzii laa ilaaha illa huwa, wahdahu laa syariika lah. Laa na'budu illa iyyah. Wa laa haula wa laa quwwata illa billaah.

Referensi: Atsar al-Iman bi Shifatillahi fi Sulukil 'Abdi cet. 1433 H karya Syaikh Ahmad bin Muhammad an-Najjar, hal. 13-20




Kamis, 23 Oktober 2014

10 RAHASIA HIDUP INDAH




1. CINTA ...
Hiduplah dengan cinta. Mencintai hidup, mencintai sesama dan seluruh alam semesta akan membuat hidup kita terasa lebih hangat dan indah luar biasa ...

2. RESPECT ...
Memberi dan menerima, sudah menjadi hal yang semestinya kita lakukan dalam kehidupan. Salah satunya memberikan rasa hormat kita pada orang lain. Membuat orang senang itu menyenangkan, let’s get do it ...

3. BERSYUKUR ...
Tak ada yang lebih indah daripada kata hidup. Berterima kasihlah bahwa Tuhan telah memberikan hidup pada kita. Mari jadikan hidup penuh syukur ...

4. BAHAGIA ...
Kata orang, bahagia itu relatif, tapi punya tanda minimal, yakni senyum. Orang yang berbahagia selalu menunjukkan senyumnya yang paling manis. Bukankah senyum pada saudara adalah ibadah ...

5. FORGIVENEES ...
Banyak orang stress gara-gara tak bisa memaafkan dirinya sendiri dan orang lain. Hidupnya penuh dengan kemarahan, yang akhirnya membuat ia tertekan. Padahal jadi seorang pemaaf lebih menyenangkan ...

6. BERBAGI ...
Salah satu cara membuat hidup itu tidak sepi adalah dengan berbagi. Berbagi apa saja, curhat sama teman, berbagi kasih sayang dengan anak yatim atau yang lainnya ...

7. KEJUJURAN ...
Jujur mampu membuat hidup kita lebih ringan, tak ada beban untuk menutupi kebohongan yang kita lakukan ...

8. KETULUSAN ...
Jika kejujuran membuat hidup kita lebih ringan, ketulusan membuat hidup kita lebih mantap ...

9. KEPEKAAN ...
Suatu keajaiban yang diberikan Tuhan pada kita adalah hati. Dengan hati, kita bisa merasakan sedih dan senang, bisa memilih kebenaran. Tinggal kita menjaga hati agar tetap peka dan peduli ...

10. KEDAMAIAN ...
Kedamaian adalah anugerah yang sangat mahal ...

Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ... Aamiin ...

Selasa, 07 Oktober 2014

"ESENSI KEIMANAN"


Kata iman berasal dari bahasa Arab yang artinya percaya. Iman (bahasa Arab:الايمان) secara etimologis berarti percaya'. Perkataan iman (ايمان) diambil dari kata kerja 'aamana' (أمن) -- yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'. Menurut istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.

Pembesar islam, para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh:
Sayyidah Aisyah r.ah.: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.”
Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota."
Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota).”
Imam Asy-Syafi'i berkata : ijma' dari sahabat, tabi'in dan generasi setelahnya yang kami ketahui bahwa mereka berkata, "Iman adalah perkataan, amalan dan niat, tidaklah cukup salah satu dari itu kecuali bersama yang lain.”

Rukun-Rukun Iman
Rukun Iman ada 6 : Iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kiamat (akhir), dan iman kepada qadla' dan qadar.
Adapun keenam rukun iman (Iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada para rasul, iman kepada hari kiamat (akhir), dan iman kepada qadla' dan qadar) merupakan landasan atau pondasi bagi orang yang menyatakan dirinya sebagai muslim beserta konsekwensinya. Dari landasan kepercayaan yang kokoh sesuai dengan petunjuk Allah ini seseorang disebut memiliki aqidah. Kata aqidah secara bahasa disebut pula "rabth"  yang artinya tali, pegangan. Aqidah merupakan keyakinan yang keluar dari interpretasi ajaran yang dipastikan kebenarannya (berdasarkan wahyu). Dari aqidah inilah dibangun syari'ah dan etika moral yang menjadikan kesempurnaan hidup manusia sebagai hamba Allah yang mampu melakukan hubungan vertikal dengan benar dan baik kepada Dzat Yang Maha Sempurna, dan melakukan hubungan baik dengan sesama manusia. Dalam al-Qur'an Allah telah menyeru kita agar tetap beriman kepada-Nya, yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya" (al Nisa': 136 ).
Manusia tidak diciptakan secara main-main saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah tidak menjadikan manusia hanya untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia. Manusia diciptakan untuk satu hikmah dan tujuan yang agung dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (Masuk surga atau neraka). Bukti manusia diciptakan tidak secara main-main telah dijelaskan dalam al-Qur'an, Allah berfirman yang artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh" (QS. Adz Dzariyat: 56-58).
Demikianlah seorang manusia harus dapat bersikap profesional dan proporsional dalam mencapai tujuan tersebut (Agung), sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu orang yang paling sukses dan paling mulia disisi Allah adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah yang artinya:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. 49:13).
Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal:
I'tisham Bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah dan berusaha merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga dengan I'tisham Bihablillah ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal ini pun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;
I'tisham Billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakkal dan berserah diri serta memohon pertolongan kepada Allah dari seluruh rintangan dan halangan mewujudkan yang pertama tersebut. I'tisham Billah melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai (keridhaan) Allah seperti seorang yang berjalan di atas satu jalanan menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan, sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini. Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari kesesatan dan menunjukinya ke jalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata menjadi alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan. Kesimpulannya I'tisham Bihablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang I'tisham Billahi memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab keselamatannya di perjalanan. Sehingga dengannya (I'tisham Billah) kita selamat dari rintangan mengamalkannya. Sebab seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.
Disebutkan dalam al-Qur'an bahwa orang yang beriman dan berbuat baik kelak akan mendapatkan penghargaan yang tiada tara, sebagaimana firman Allah yang artinya: "Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya" (QS. Al Baqarah:32).
Demikian ulasan tentang iman yang kami buat semoga artikel ini bermanfaat dan bisa dibuat pegangan.

آمِيـــــــــــــــــــنْ آمِيـــــــــــــــــــنْ آمِيـــــــــــــــــــنْ ÙŠَآرَبَّ آلٌعَآلَÙ…ِِÙŠِÙ†


**** HIDUP DALAM KEIKHLASAN ADALAH HIDUP DALAM KE IMANAN ***


Dalam kehidupan, seseorang yang tidak mengerti tentang hidup akan merasa sulit untuk menerima hidup.. karena hidup harus disertai dengan pengertian dan makna hidup ini. 

Allah memberikan kita dunia beserta isinya semata adalah beribadah kepada-Nya, untuk belajar berjuang mempertahankan diri dalam menjalankan hidup, memaknai dan memahami hidup itu sendiri, bukan untuk merusak kehidupan kita sendiri. 

Hidup yang Allah berikan adalah untuk kita syukuri betapa nikmatnya hidup ini, kita diberi nafas untuk tetap bertahan hidup, diberi mata untuk memahami betapa besarnya ciptaan Allah, diberi pendengaran, tubuh, hati dan pikiran semata hanya untuk beribadah kepada-Nya. 

Tetapi mengapa kita masih saja ingkar, masih saja angkuh dan sombong dengan hidup ini? Kadang kita merasa hidup yang kita jalani itu bukan pemberian Allah, kadang sebagian dari kita melupakan Allah, melupakan segala sesuatu diluar diri kita, lupa dengan teman kita, suami kita, istri kita, anak kita, orang tua kita, kadang kita merasa bahwa hidup ini hanya MILIK AKU yang pada akhirnya kita berbuat sekehendak kita sendiri terhadap orang lain, kita menjadi merasa diri sebagai majikan, sebagai raja bahkan sebagian ada yang merasa dirinya sebagai TUHAN!! Sedangkan Allah sendiri tidak bersifat sombong, tidak bersifat angkuh. 

Tuhan bersifat lemah lembut! Membimbing hati dan fikiran kita pada jalan yang lurus, meberi kita kemauan untuk menjadi lebih maju, memberi kita keinginan untuk mendapatkan ilmu hidup untuk bekal kita di kehidupan kita yang lain. Pernah saya merenungi, bahkan mungkin renungan yang sangat mendasar sekali, sama seperti yang ada dalam pikiran dan hati Anda semua. Bahwa kita bukan siapa-siapa. Kita hadir di dunia inipun atas kehendak Allah, kita tidak tahu akan kemana kita melangkah, akan dibawa kemana diri kita. Namun Tuhan memberi kita akal dan pikiran untuk menjalani hidup ini, memaknai hidup ini, dan masih banyak lagi yang mungkin Anda pun bisa menjabarkannya dan mengambil kesimpulan bahwa ; 
* “siapa diri kita”, 
* “arti kehidupan”, 
* “bersikap bagaimana terhadap semua hal diluar diri kita” 

Sekarang kita masih belum bisa memaknai hidup, yang semestinya kita sudah memahaminya bila kita sering tafakur, merenungi hidup, merenungi segala ciptaan-Nya. 

Pernahkah kita ditanya “siapakah dirimu?” hampir semua orang menjawab dengan sebuah nama sambil menepuk dada. Bila kita merenunginya, berarti diri kita hanyalah sebuah nama. 

Dimanakah sebenarnya diri kita? Kita hanya seonggok daging bertulang yang diberi nyawa oleh Allah. Kita tidak pernah tahu siapa diri kita, bila kita tidak pernah mengkaji diri kita. Apalagi bila kita diberi hidup dengan segala kecukupan bahkan kelebihan dalam hidup kita, banyak orang melupakan Tuhan dalam hidup ini, tetapi bila kita hidup menderita, berkesusahan, barulah kita ingat akan Tuhan, dengan bergegas mengambil wudhu dan melaksanakan shalat untuk memohon pada Tuhan akan peningkatan hidupnya, untuk tambahan rejekinya, untuk mendapatkan jodoh dan sebagainya. 

Dan bila Tuhan telah mengabulkan permohonan kita, kita kembali lari menjauh dari Allah, berbuat maksiat, dan mengagungkan diri sendiri pada orang lain tanpa malu pada Tuhan yang telah menciptakan hidup kita! Angkuh dengan berbuat sekehendak diri kita sendiri. 

Sungguh Tuhan tidak menyukai tindakan kita yang melebihi batas ini, sehingga Tuhan murka, memberikan ujian pada diri kita, memberikan musibah pada diri kita, untuk menguji keimanan kita, untuk menguji kemampuan kita dalam mempertahankan hidup, menguji kita dalam bersyukur…. 

Sungguh bohong bila ada orang yang mengatakan bahwa aku hidup kaya adalah karena kemapuanku dalam segala hal, karena prestasiku dalam bekerja, karena kemampuan otakku yang cemerlang. 

Yang benar adalah semua itu karena TUHAN memberikan kita hidup untuk dipergunakan dengan keimanan, beribadah pada ALLAH. 

Maka lakukanlah dan laksanakan hidup ini sebagai sarana ibadah pada Sang Pencipta dengan penuh KEIKHLASAN. Sungguh akan terasa sangat beda bila kita berjalan di muka bumi ini adalah untuk beribadah, dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan serta rasa bersyukur. 

Maka apa yang kita usahakan, apa yang kita jalani akan membawa berkah…. 

Kita mencari bekerja bukan semata untuk mendapatkan imbalan dari apa yang kita kerjakan, tetapi kita bekerja untuk beribadah kepada Sang Pencipta, karena memberi makan anak istri adalah suatu bentuk ibadah kepada Sang Pencipta. Itu hanya salah satu contoh dari sekian banyak . 

contoh-contoh yang ada di kehidupan kita. Semoga apa yang kita usahakan dan apa yang kita kerjakan bila dibarengi dengan IMAN DAN KEIKHLASAN akan membuahkan hasil.  
آمِيـــــــــــــــــــنْ آمِيـــــــــــــــــــنْ آمِيـــــــــــــــــــنْ ÙŠَآرَبَّ آلٌعَآلَÙ…ِِÙŠِÙ†



Sabtu, 04 Oktober 2014

"7 HIKMAH DAN KEUTAMAAN QURBAN 'IDUL ADHA"

7 Hikmah dan Keutamaan Qurban 'Idul Adha

Sebentar lagi kita akan kedatangan tamu istimewa, Hari Raya ‘Idul Adha, dimana di hari itu dan hari tasyrik dilakukan penyembelihan hewan qurba. Jika Anda belum memutuskan untuk berkurban tahun ini, ada baiknya Anda menyimak hikmah dan keutamaan qurban pada hari-hari tersebut:

1. Kebaikan dari setiap helai bulu hewan kurban

Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” [HR. Ahmad dan ibn Majah]

2. Berkurban adalah ciri keislaman seseorang

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]

3. Ibadah kurban adalah salah satu ibadah yang paling disukai oleh Allah

Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah –sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” [HR. Ibn Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan: Hadits ini adalah hasan gharib]

4. Berkurban membawa misi kepedulian pada sesama, menggembirakan kaum dhuafa

“Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah” [HR. Muslim]

5. Berkurban adalah ibadah yang paling utama

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” [Qur’an Surat Al Kautsar : 2]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (kurban), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” [Qur’an Surat Al An’am : 162]

Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat…”

6. Berkurban adalah sebagian dari syiar agama Islam

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [Qur’an Surat Al Hajj : 34]

7. Mengenang ujian kecintaan dari Allah kepada Nabi Ibrahim

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” [Qur’an Surat Ash Shaffat : 102 - 107]

Jumat, 19 September 2014

Jalan untuk Meraih Ilmu yang Bermanfaat


Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah ditanya;
Bagaimana cara yang benar yang mesti ditempuh oleh seorang yang mempelajari Islam (tholibul ‘ilmi) sehingga ia bisa meraih ridho Allah subhanahu wa ta’ala, bisa meraih ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan kaum muslimin? Apa cara yang bisa menolong seorang yang mempelajari Islam agar kuat dalam hafalan, pintar dalam memahami masalah dan tidak mudah lupa?
Beliau rahimahullah menjawab ;

* Sebab utama untuk meraih ilmu yang bermanfaat adalah bertakwa pada Allah, dengan mentaati-Nya dan meninggalkan berbagai maksiat. 
* Juga hendaklah ia ikhlas, banyak bertaubat serta banyak memohon pertolongan dan taufik Allah. Kemudian hendaklah ia banyak perhatian pada pelajaran dan banyak mengulang-ngulang. 
* Tak lupa pula ia harus pandai mengatur waktu. Inilah sebab utama.
* Sebab lainnya lagi yang bisa membantu adalah seringnya mengulang-ngulang pelajaran bersama teman karib, juga semangat mencatat faedah ilmu sehingga ilmu yang diperoleh semakin mantap (kokoh). Jadi tidaklah cukup hanya dengan menghadiri majelis ilmu dan belajar dari ustadz (guru). Bahkan sangat perlu seseorang untuk banyak mengulang pelajaran bersama teman karibnya sehingga terselesaikanlah hal-hal yang masih belum dipahami. 

Dengan demikian, ilmunya akan semakin kokoh dalam benaknya.
[Majmu’ Fatawa wa Maqolaat Mutanawwi’ah, Jilid ke-23. Link: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/3312]


Nasehat di atas adalah termasuk nasehat untuk kami pribadi. Semoga Allah melimpahkan pada kita sekalian ilmu yang bermanfaat, ilmu yang bukan sekedar teori, namun direalisasikan dalam praktek dan amalan.

Sabtu, 13 September 2014

NASIHAT SYAIKH AL-IMAM IBRAHIM BIN ADAM RA.




    10 Pesan Ibrahim bin Adam:

  1. kalian mengenal Allah tetapi kalian tidak menunaikan hak-Nya. 
  2. kalian mengaku mencintai Rasul-Nya,tetapi kalian meninggalkan sunnahnya. 
  3. kalian membaca Al-Qur’an, tetapi kalian tidak mengamalkan isinya. 
  4. kalian banyak diberi nikmat karunia, akan tetpi kalian tidak mensyukurinya. 
  5. kalian mengatakan bahwa syetan adalah musuh,tetapi kalian justru mengikuti langkahnya. 
  6. kalian mengaku bahwa Syurga adalah benar adanya,namun kalian tidak melakukan amalan2 yg mengantar kesana. 
  7. kalian mengaku bahwa Neraka adalah benar adanya,tetapi kalian tidak lari dari panas siksanya. 
  8. kalian mengaku bahwa kematian benar adanya,namun kalian tidak mempersiapkan diri kesana. 
  9. kalian sibuk mengurusi kekurangan orang lain,tetapi kalian lupa akan kekurangan diri sendiri. 
  10. kalian menguburkan jenazah,akan tetapi tidak mau mengambil pelajaran dari peristiwa kematian

     Ada 6 perkara yg perlu di ingat :
  1. orang yg banyak bicara janganlah kamu harapkan sangat kesadaran hatinya
  2. orang yg banyak makan janganlah kamu harapkan akan kata2 hikmah darinya 
  3. orang yang banyak bergaul dengan manusia janganlah kamu harapkan akan kemanisan ibadahnya 
  4. orang yg cinta kepada dunia janganlah kamu harapkan akan khusnul khatimahnya 
  5. orang yg memilih bersahabat dengan orang yg zalim janganlah kamu harapkan akan kelurusan agamanya 
  6. orang yg mencari keridhoan manusia janganlah harapkan akan keridhaan Allah swt kepadanya

ket fhoto : makam SYAIKH AL-IMAM IBRAHIM BIN ADAM RA.

Jumat, 04 Juli 2014

AL-QUR'AN menjawab semua KELUHAN KITA



Tanpa kita sadari sebenarnya pertanyaan yang sering hati kita tanyakan semuanya itu sudah dijawab di dalam Al-Qur’an.

1. KITA BERTANYA: MENGAPA AKU DIUJI?

QUR’AN MENJAWAB:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan,”Kami telah beriman”, sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” [Surah Al-Ankabut ayat 2-3].

2. KITA BERTANYA: MENGAPA UJIAN SEBERAT INI?

QUR’AN MENJAWAB:

“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya,” [Surah Al-Baqarah ayat 286].

3. KITA BERTANYA: MENGAPA AKU TAK DAPAT APA YG AKU IDAM-IDAMKAN?

QUR’AN MENJAWAB:

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” [Surah Al-Baqarah ayat 216].

4. KITA BERTANYA: MENGAPA AKU MERASA FRUSTRASI?

QUR’AN MENJAWAB:

“Janganlah kamu bersikap lemah. dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman.” [Surah Al-Imran ayat 139].

5. KITA BERTANYA: BAGAIMANA AKU HARUS MENGHADAPINYA?

QUR’AN MENJAWAB:

“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan jalan sabar dan mengerjakan shalat; dan sesungguhnya shalat itu amatlah berat kecuali kepada orang-orang yang khusyu” [Surah Al-Baqarah ayat 45].

6. KITA BERTANYA: APA YANG AKU DAPAT DARIPADA SEMUA INI?

QUR’AN MENJAWAB:

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri, harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka.” [Surah At-Taubat ayat 111].

7. KITA BERTANYA: KEPADA SIAPA AKU BERHARAP?

QUR’AN MENJAWAB:

"Cukuplah Allah bagiku,tidak ada Tuhan selain dari-Nya. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal.” [Surah At-Taubat ayat 129].

8. KITA BERKATA: AKU TAK TAHAN!!!!!!

QUR’AN MENJAWAB:

“……dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” [Surah Yusuf ayat 12] .

9. KITA BERTANYA: MENGAPA HATI INI TIDAK TENANG ?

QUR’AN MENJAWAB:

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. [QS. Ar Ra'd ayat 28].

Maha Benar Allah dengan Segala Firman-Nya.

Selasa, 24 Juni 2014

Persiapan Menyambut Ramadhan


Setidaknya, menyambut bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan kita jelang dilakukan dengan:
  • Bersuka cita, bergembira dan senang. Karena Ramadhan adalah karunia Allah atas hamba-hamba-Nya.
  • Bertekad untuk mengisi bulan Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya. Karena bisa jadi bulan Ramdhan ini adalah yang terakhir bagi kita.
  • Bertawakal dan ber-isti’anah kepada Allah. Karena tidak sekejap mata pun kebaikan akan dapat kita lakukan tanpa taufiq dan pertolongan dari-Nya.
  • Bertobat kepada Allah atas segala dosa. Karena ibadah dan amal shaleh hanya mampu dikerjakan dengan hati yang bersih dan jiwa yang kuat, dan dosa membuat hati menjadi kotor, serta jiwa menjadi lemah.
  • Mulai membiasakan puasa dan ibadah yang lainnya dari sejak sekarang. Karena manusia sangat dipengaruhi kebiasaan.
  • Mempelajari kembali ilmu yang berkaitan dengan ibadah puasa. Dan ini setidaknya mencakup empat ilmu:
    1. Fadha`ilu Ash-Shiyaam (keutamaan puasa), agar kita memiliki motivasi yang kuat dalam menunaikan ibadah puasa.
    2. Hikamu Ash-Shiyaam (hikmah puasa), agar kita mengerti maksud Allah dalam mensyariatkan ibadah puasa.
    3. Ahkaamu Ash-Shiyaam (hukum-hukum puasa), agar kita faham sah atau tidaknya ibadah puasa kita.
    4. Aadaabu Ash-Shiyaam (etika puasa), agar pahala puasa kita tidak hilang atau berkurang, dan agar kita semakin dapat memaksimalkan raihan pahala di bulan Ramadhan.