Mari Belajar dan Terus Belajar, Membenahi Diri
65 hari 16 jam 10 menit 45 detik
Menuju Awal Puasa Ramadhan 2023

23 Maret 2023

Jumat, 30 Mei 2014

Sifat Sufi Baginda Rasulullah Muhammad Saw.

Akhlak Sufi Rasulullah saw.

Bismillahir Rahmanir Rahiim
Allahumma sholi ala Syyaidina Muhammadinni fatihi lima ughliko wal’khotimi lima sabaqo wanasiril haqo bilhaqqi wal’hadi ila shirotikal mustaqiim wa’sholallahu alaiihi wa’ala alihi washobihi haqqo qodrihi wamiqdarihil aziim.
Syyaikh Abu Nashr As-Sarraj
(Menyambut Maulid Nabi saw.)
Syekh Abu Nashr as-Sarraj’ -rahimahullah – berkata: Diriwayatkan dari Rasulullah saw., bahwa beliau pernah bersabda
“Sesungguhnya Allah telah membina mental (akhlak)ku, kemudiain Dia membinanya dengan sangat baik.” (H.r. al-Askari dari Ali r.a.).
Beliau juga bersabda:”Saya adalah orang yang paling tahu di antara kalian tentang Allah dan yang paling takut kepada-Nya.” (H.r. Bukhari-Muslim)
Rasulullah juga bersabda: “Aku disuruh memilih antara menjadi seorang Nabi yang menjabat raja atau menjadi seorang Nabi yang hamba. Kemudian Jibril a.s. memberiku isyarat agar berendah hati. Lalu aku menjawab pilihan itu: Akan tetapi aku lebih memilih menjadi Nabi yang hamba; Dimana suatu hari aku kenyang dan di hari yang lain aku lapar”. (H.r. ath Thabrani dari IbnuAbbas, Baihaqi dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
Diriwayatkan pula, bahwa beliau bersabda:”Aku ditawari dunia, namun aku menolaknya.” (H.r. Ibnu Abi ad-Dunya, Ahmad dan ath-Thabrani dari Abu Buwaibiyah).
Beliau juga bersabda: “Andaikan aku memiliki emas sebesar Gunung Uhud niscaya akan aku infakkan demi agama Allah, kecuali sedikit yang aku sisakan untuk menutupi hutang.” (H.r. Bukhari-Muslim dan Ibnu Majah).
Sebagaimana juga diriwayatkan, “Bahwa Rasulullah saw. tidak menyimpan makanan untuk esok hari. Belum pernah sekali menyimpan makanan untuk keluarganya untuk masa satu tahun yang juga beliau persiapkan untuk orang-orang yang datang kepadanya.” (H.r. Bukhari-Muslim dari Umar r.a.).
Juga diriwayatkan, “Bahwa Rasulullah saw. tidak memiliki dua potong baju (gamis), tidak juga makan makanan yang diayak lebih dahulu. Beliau sampai wafat belum pernah sama sekali merasa kenyang dengan roti gandum. Itu dilakukan atas pilihannya sendiri (kondisi normal) dan bukan karena kondisi darurat. Sebab andaikan beliau mau memohon kepada Allah Azza wa Jalla, agar gunung dijadikan-Nya emas dan tidak akan dihisab di hari kiamat, maka Allah akan melakukannya.” (H.r. ath-Thabrani, al-Bazzar dan Bukhari-Muslim).
Dan masih banyak riwayat yang semisal dengan Hadis-hadis di atas.
Diriwayatkan bahwa, Rasulullah saw bersabda kepada Bilal, “Berinfaklah wahai Bilal, dan janganlah engkau khawatir Pemilik Arasy mengurangi hartamu.” (H.r. al-Bazzar, ath-Thabrani al-Qadhai dari Ibnu Mas’ud).
Diriwayatkan, bahwa Barirah pernah menyuguhkan makanan di depan Rasulullah saw., kemudian beliau makan sebagiannya. Kemudian pada malam kedua Barirah datang dengan membawa sisa makanan yang pernah disuguhkan kemarin. Rasulullah kemudian bertanya dan menandaskan, “Apakah engkau tidak takut, jika makanan ini nanti mengepulkan asap dihari Kiamat? Jangan sekali-kali engkau menyimpan makanan untuk esok hari, karena Allah Azza wa jalla akan memberikan makanan setiap hari’.” (H.r. al-Bazzar).
Juga diriwayatkan, Bahwa Rasulullah saw. tidak pernah mencacat suatu makanan sama sekali, jika berselera maka beliau makan, Jika tidak maka beliau tinggalkan. Dan setiap kali ditawari dua pilihan tentu beliau memilih yang paling sederhana (ringan). (H.r. Malik, Bukhari-Muslim dan Abu Dawud).
Nabi saw. bukanlah seorang petani, bukan pula seorang pedagang dan juga bukan seorang pembajak tanah.
Dan diantara sikap tawadhu’ (rendah hati) beliau, tercermin pada cara berpakaian dan tindakan tindakan lainnya, dimana beliau mengenakan pakalan dari wool kasar (shiji), memakai sandal yang dijahit dengan benang, mengendarai keledai, memeras susu kambing sendiri, menambal dan menjahit sandalnya sendiri, menambal pakaiannya, beliau tidak merasa malu mengendarai keledai atau dibonceng di belakang. (Periwayatan Hadis ini dilansir dalam lafal yang beragam oleh beberapa ahli Hadis semisal Ibnu Majah al-Hakim, ath-Thabrani dan lain lain, pent.).
Diriwayatkan bahwa Rasulullah tidak suka dengan cara hidup kaya dan sama sekali tidak takut miskin. Dalam hidup yang ditempuh bersama keluarganya, pernah selama satu dan dua bulan tidak mengepulkan asap dapurnya karena tidak ada bahan untuk memasak roti. Makanan utamanya hanyalah dua: kurma dan air. (H.r. Bukhari-Muslim dari Aisyah dan Abu Ya’la dari Abu Hurairah).
Diriwayatkan pula, bahwa istri-istrinya disuruh memilih antara dunia dengan Allah dan Rasul-Nya. Mereka kemudian memilih Allah dan Rasul-Nya. Dalam peristiwa ini turun dua ayat dalam surat al-Ahzab:
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, ‘Jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya aku berikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antara kalian pahala yang besar’.”(Q.s. al Ahzab: 28 9).
Dan di antara doanya ialah: “Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku bersama golongan orang-orang miskin.” (H.r. Tirmidzi, Ibnu Majah dari Said al Khudri dan athThabrani dari Ubadah bin Shamit. Namun Ibnu al-Jauzi dan Ibnu Taimiyah menganggapnya sebagal Hadis Maudhu’).
Dan di antara doanya pula: “Ya Allah karuniakanlah rezeki kepada keluarga Muhammad makanan pokok yang cukup sehari dalam setiap hari.” (H.r. Bukhari Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Abu Said al-Khudri dalam menerangkan sifat-sifat Rasulullah sebagaimana yang diriwayatkannya: Rasulullah itu mengenakan pakaian wool kasar dan juga mengikat unta, menyiram tanaman, menyapu rumah, menambal sandal, menambal pakaian, memerah susu kambing, makan bersama pembantunya, tak segan-segan menumbuk gandum jika pembantunya letih, tidak malu untuk memanggul barang-barangnya dan pasar ke rumah keluarganya. Beliau juga selalu bersalaman dengan orang-orang kaya dan miskin. Selalu yang pertama (memulai) mengucapkan salam, tidak pernah menolak orang yang mengundangnya, tidak pernah meremehkan hidangan yang disuguhkan sekalipun hanya berupa kurma yang paling jelek.
Beliau sangat lembut perangainya, berwatak mulia, luwes cara bergaulnya, wajahnya berseri-seri, selalu tersenyum dan tidak pernah tertawa berbahak-bahak. Bila sedih tak pernah kelihatan kusut dan cemberut. Rendah hati tanpa harus rendah diri, dermawan tapi tidak boros. Hatinya lembut, selalu tunduk dan diam, pengasih kepada setiap muslim. Tidak pernah besendawa karena kenyang, dan tidak pernah mengulurkan tangannya kepada makanan (yang jauh).
Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah itu lebih dermawan daripada angin yang bertiup secara bebas.” (H.r. Bukhari Muslim).
Rasulullah saw. pernah memberi kambing sebanyak antara dua gunung kepada seseorang. Kemudian orang itu pulang ke kabilah (suku)nya dan berkata, “Sesungguhnya Muhammad memberi kepada seseorang sebagaimana pemberian orang yang tidak pernah khawatir jatuh miskin.” (H.r. Imam Ahmad dan Muslim dari Anas).
Rasulullah bukanlah sosok yang suka berteriak-teriak, tidak juga sosok yang suka berkata kotor dan keji. (H.r. Tirmidzi).
Nabi Muhammad saw. makan di atas tanah, duduk di atas tanah, memakai baju mantel, duduk bersama-sama orang miskin dan berjalan di pasar. Beliau sering kali menjadikan tangannya sebagai bantal, dan mencukur sendiri. Tidak pernah tertawa lebar-lebar, tidak pernah makan sendirian, tidak pernah memukul pembantu (budak)nya sama sekali dan tidak pernah memukul seorang pun dengan tangannya kecuali demi membela agama Allah. Beliau tidak pernah duduk bersila, tidak pernah makan sambil bersandar.
Beliau pernah bersabda, “Aku makan sebagaimana makannya seorang hamba dan aku duduk sebagai mana duduknya seorang hamba.” (H.r. Saad, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan Tirmidzi dari Aisyah)
Diriwayatkan, Bahwa Rasulullah saw. pernah mengikat batu di perutnya untuk mengganjal rasa lapar. Padahal andaikan beliau mau memohon kepada Tuhannya untuk menjadikan Gunung Abu Qubais sebagai emas tentu Dia akan mengabulkannya. (H.r. Bukhari-Muslim dari jabir dan Tirmidzi dari Abu Thalhah).
Rasulullah pernah membawa sahabat-sahabatnya ke rumah Abu al-Haitsam bin at-Taihan dengan tanpa diundang. Di sana beliau makan makanannya sendiri dan minum minumannya sendiri. Lalu beliau bersabda kepada para sahabatnya, “Inilah sebagian nikmat yang kalian tanyakan.” (H.r. Malik, Tirmidzi dan Muslim dari Abu Hurairah).
Rasulullah saw. pernah diundang seseorang untuk datang ke rumahnya dengan membawa lima orang sahabatnya. Maka orang keenam tidak boleh masuk kecuali mendapatkan izin tuan rumah. (H.r. Bukhari Muslim dan Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Dalam sebuah Hadis diriwayatkan, Bahwa Rasulullah saw. pernah memiliki pakaian gamis (khamishah) yang ada batik atau motifnya. Kemudian pakaian tersebut diberikan kepada Abu Jahm, sembari bersabda, “Hampir saja gambar ini membuatku terlena.” Kemudian beliau meminta pakaian polos tidak bermotif dan kasar (anbjaniyyah) milik Abu Jahm dengan bersabda, “Tolong berikan kepadaku anbijaniyyah Abu Jahm”. (H.r. Bukhari-Muslim).

Wallahua'lam bishshowab...

Jumat, 23 Mei 2014

Petuah / Nasihat dari para sahabat rosul

Berikut petuah – petuah ataupun beberapa nasihat dari para sahabat rasul :
  1. Jauhilah dengki, karena dengki memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar. (Nabi Muhammad SAW )
  2. Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta benda kalian, tapi Dia melihat hati dan amal kalian. (Nabi Muhammad SAW)
  3. Kecintaan kepada Allah melingkupi hati, kecintaan ini membimbing hati dan bahkan merambah ke segala hal.  (Imam Al Ghazali)
  4. Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar.(Umar Bin Khatob)
  5. Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak. (Ali Bin Abi Tholib)
  6. Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah sabar, sisi yang lain adalah bersyukur kepada Allah. (Ibnu Mas’ud)
  7. Takutlah kamu akan perbuatan dosa di saat sendirian, di saat inilah saksimu adalah juga hakimmu. (Ali Bin Abi Tholib)
  8. Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku. (Umar Bin Khotob)
  9. Sesungguhnya seorang hamba itu bila merasa ujub kerana suatu perhiasan dunia, niscaya Allah akan murka kepadanya hingga dia melepaskan perhiasan itu. (Abu Bakar Assidiq)
  10. Janganlah seseorang hamba itu mengharap selain kepada Tuhannya dan janganlah dia takut selain kepada dosanya. (Sayidina Ali Karamallahu Wajhah)
  11. Tiada sholat yang sempurna tanpa jiwa yang khusyu’.
    Tiada puasa yang sempurna tanpa mencegah diri daripada perbuatan yang sia-sia.
    Tiada kebaikan bagi pembaca al-Qur’an tanpa mengambil pangajaran daripadanya.
    Tiada kebaikan bagi orang yang berilmu tanpa memiliki sifat wara’.
    Tiada kebaikan mengambil teman tanpa saling sayang-menyayangi.
    (Sayidina Ali Karamallahu Wajhah)

Rabu, 21 Mei 2014

Petuah-Petuah Rasulullah saw


Berikut ini adalah beberapa petuah(nasehat) dari Rasulullah Muhammad saw :


  1. Ghibah Dan Adu Domba Menggugurkan Iman
Utsman bin Affan ra. Menuturkan, Rasulullah saw. bersabda, “Ghibah (menggunjing) dan adu domba dapat menggugurkan iman, sebagaimana seorang penggembala memotong pepohonan.” (HR. Thabrani)
  1. Hakikat Kecukupan
Abu Dzar mengemukakan, Muhammad Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu tentang harta yang banyak? Apakah itu merupakan kecukupan?” “Benar, ya Rasulullah,” jawab Abu Dzar. “Apakah engkau beranggapan, harta yang sedikit itu suatu kefakiran?” sabda Rasulullah lagi. “Benar, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, Sesungguhnya yang dikatakan kecukupan adalah orang yang hatinya merasa cukup, dan orang yang dikatakan fakir, adalah orang yang hatinya selalu rakus.” (HR. Ibnu Hiban).
  1. Cara Menebus Dosa Menggunjing
Anas ra. Menyatakan, Muhammad rasulullah saw. bersabda, “Untuk menebus dosa kamu kepada orang yang kamu gunjing, adalah dengan memohon ampunan kepada Allah SWT untuknya.” (HR. Ibnu Abid Dunya).
  1. Sepuluh Tanda Kiamat
Hudzaifah bin Asid Al Ghifari ra. Menceritakan bahwa nabi saw. menengok kepadanya Dan para sahabat yang sedang berbincang-bincang. “Apakah yang sedang kalian bicarakan?” Tanya beliau. “Kami memperbincangkan mengenai hari kiamat.” Jawab para sahabat. Muhammad Rasulullah saw. bersabda : “Kiamat tidak akan terjadi sebelum terlihat sepuluh macam tandanya :
    1. Ad Dukhoon (asap atau kabut);
    2. Dajjal (Penipu Besar);
    3. Dabbah (Sejenis binatang melata);
    4. Matahari terbit dari barat;
    5. Isa anak Maryam as. turun;
    6. Ya’juj dan Ma’juj;
    7. Gerhana di Timur;
    8. Gerhana di Barat;
    9. Gerhana di jazirah arab. Dan
    10. Api menyala di Yaman menghalau umat manusia ke mahsyar (tempat berkumpul)” (HR. Muslim)
  1. Menjelang Kiamat Terjadi Perang Besar
Abu Hurairah ra. Berkata, Muhammad Rasulullah saw. bersabda: “Belum akan terjadi kiamat sebelum dua golongan (bangsa) besar saling memerangi, Dan korban diantara kedua pihak sangat besar pula. Dan alasan keduanya (untuk berperang) hanya satu”. (HR. Muslim)

  1. Ciri Dajjal ke-1 : Selalu Membawa Air dan Api
Hudzaifah ra. Menyatakan, Muhammad Rasulullah saw. bersabda, “Dajjal selalu membawa air Dan api. Api itu sesungguhnya adalah air yang sejuk, sedang air itu sebenarnya api. Karena itu waspadalah kamu agar tidak celaka. (HR. Muslim).
  1. Ciri Dajjal ke-2 : Memiliki Dua Sungai yang Mengalir
Hudzaifah ra. Mengutarakan, Muhammad Rasulullah saw. bersabda, “Aku lebih tahu tentang Dajjal dibandingkan Dajjal itu sendiri. Dia mempunyai dua sungai mengalir. Yang satu terlihat mata mengalirkan air putih bersih, yang satunya lagi kelihatan bagaikan bara api bergejolak yang sedang mengalir. Siapa yang menemukannya, hendaklah menuju sungai yang kelihatan seperti api menyala, lalu picingkan mata, tundukkan kepala, Dan minumlah airnya. Sebab sesungguhnya itulah air sejuk. Mata Dajjal tertutup oleh selapis daging tebal. Antara kedua matanya ada tulisan ‘kafir’ yang dapat dibaca oleh setiap orang mukmin, baik yang buta huruf maupun yang tidak” . (HR.  Muslim)
  1. Iman akan Lurus, Jika ………
Muhammad Rasulullah saw. bersabda : “Iman seseorang tidak akan lurus sebelum hatinya lurus Dan hatinya tidak akan lurus sebelum lidahnya lurus.” (HR. Ahmad bin Hanbal).

( Penggalan Hadits ini dikutip dari buku : “1001 Petuah Rasulullah saw” yang disusun oleh Bpk. Syamsul Rijal Hamid, Dan diterbitkan oleh “CAHAYA SALAM” pada Maret 2007 )

Sabtu, 10 Mei 2014

"NASIHAT RASULULLAH SAW."


Keberhasilan masa depan yang gemilang seseorang kadang dikarenakan petuah yang ditanamkan padanya pada waktu-waktu sebelumnya.
Adalah Nabi saw yang pernah menanamkan nasihat  luar biasa kepada Ibnu Abbas ra, saudara sepupu beliau. Saat itu Ibnu Abbas baru berusia 10 tahun.
Suatu hari Ibnu Abbas membonceng unta Nabi saw, dan kesempatan ini dimanfaatkan oleh beliau untuk menanamkan beni-benih keyakinan yang akan sangat bermanfaat bagi masa depan anak tersebut. Beliau pun menyapanya dengan panggilan yang akrab, yaitu “Yaa ghulam (wahai nak)“, sebagaimana terdapat dalam hadits berikut:
“Nak, aku hendak mengajarimu beberapa kalimat:
Jagalah Allah, pasti Dia menjagamu.
Jagalah Allah, Dia senantiasa bersamamu.
Jika kamu memohon sesuatu, mohonlah kepadaNya.
Jika meminta pertolongan, minta tolonglah kepadaNya.
Ketahuilah, seandainya semua umat manusia bersatu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu, mereka tidak akan mampu, kecuali yang sudah ditetapkan Allah untukmu.
Dan seandainya semua umat manusia bersatu untuk mencelakakanmu, mereka tidak akan mampu, kecuali keburukan yang telah ditetapkan Allah untukmu.
Pena telah diangkat dan tinta telah kering.
(HR Tirmidzi, dia berkata, hadits ini hasan shahih)[1]
Akhirnya selang beberapa tahun kemudian, Ibnu Abbas dikenal di kalangan sahabat sebagai tokoh umat Islam, ulama, mufassir yang senantiasa menjadi rujukan pemikiran manusia.
Dari hal tersebut kita dapat mengambil kiat sukses memberi nasihat kepada anak, di antaranya:
  • Memiliki perhatian untuk mencetak generasi teladan
  • Menyampaikan kalimat/petuah yang akan kekal sepanjang masa, serta cara penyampaian yang baik dan tepat
  • Misi nasihat hendaknya menekankan pada penjagaan Allah: “Jagalah Allah, niscaya Ia menjagamu”, yaitu agar jangan sampai anak” kehilangan” Allah di hati dan akal pikirannya.
  • Meminta sesuatu dan memohon pertolongan hanya kepada Allah.

Hal-hal tersebut merupakan kaidah-kaidah agama yang sangat penting yang akan menjernihkan akal pikiran, menajamkan ingatan, menerangi akal, menguatkan aqidah serta menambah keyakinan.
Itulah perkara-perkara yang akan menerangi seseorang dari kekeruhan atau kegelapan di dunia dan akhiratnya.
***
[1]Riwayat lain menyebutkan, “Jagalah Allah, pasti kamu selalu bersamanNya. Kenalilah Allah di saat kamu lapang, pasti Dia mengenalimu di saat kamu susah. Ketahuilah, apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah, kemenangan seiring dengan kesabaran, jalan keluar seiring dengan cobaan, dan kemudahan seiring dengan kesulitan”.
NB: Gambar di atas bukan merupakan ilustrasi dari judul artikel/tulisan ini

Demi Impian, Jangan Pernah Berhenti




Suatu hari ada seorang ibu bersama seorang anak kesayangannya yang masih sekolah. Sang ibu sudah ditinggal oleh suaminya yang telah meninggal dunia terlebih dahulu. Untuk menopang keluarganya, sang ibu mencari nafkah dengan menerima jasa membuat lukisan.
Lukisan yang dibuatnya sungguh indah dan membuat orang kagum, sehingga banyak orang meminta dirinya untuk membuat lukisan. Hasil dari pembuatan lukisan tersebut cukup untuk menghidupi dirinya dan anaknya.
Sang anak pada mulanya sangat bersemangat dan rajin bersekolah. Namun, lama-kelamaan, kelakuannya mulai berubah. Sifatnya yang rajin mulai mengendur, tidak belajar saat ujian hampir tiba sehingga nilai sekolah kurang memuaskan. Dan yang paling berat adalah ia mulai sering bolos sekolah.


Sang ibu sudah diberitahu perihal kelakukan anaknya oleh pihak sekolah. Berkali-kali anak tersebut dinasihati, tetapi sifat buruknya tidak juga dibuang. Sampai suatu hari, anaknya mendapat surat peringatan terakhir. Jika anaknya terus-terusan membolos, maka ia akan dikeluarkan dari sekolah. Di sisi lain, nilainya yang anjlok kemungkinan besar bisa membuatnya gagal naik kelas.
Sang ibu menegur anaknya. Dan ketika kemarahannya mulai memuncak, sambil menangis, ia mencoret dan menyobek lukisan yang sudah hampir selesai. Lukisan yang telah dibuat berminggu-minggu dirusak begitu saja. Hati anaknya ikut teriris sebab ia tahu ibunya susah payah melukis untuk menyekolahkan dan menghidupi dirinya. Anaknya pun ikut menangis dan memeluk ibunya sambil meminta maaf.
“Ampun, Bu! Aku minta maaf, aku tidak akan jahat lagi. Aku tahu aku telah bersalah, tapi ibu jangan merusak lukisan yang sudah ibu lukis dengan susah payah,” ujar anaknya.
Ibunya pun berkata, “Tidak ada gunanya ibu melukis hanya untuk melihat dirimu seperti ini. Ibu membuat lukisan dengan harapan bisa menyekolahkanmu agar kelak kamu bisa menjadi orang yang berguna. Jika kamu dikeluarkan dari sekolah atau tinggal kelas, pengorbanan ibu akan menjadi sia-sia.”
Ibunya melanjutkan, “Lihat lukisan yang sudah rusak ini! Lukisan ini dibuat dari goresan demi goresan dan dibutuhkan ketekunan dan ketelitian untuk membuatnya menjadi indah. Karena itulah sebuah lukisan indah bisa bernilai tinggi. Karena ibu sudah mencoret dan merusaknya, maka lukisan ini sudah tidak bernilai lagi. Begitu juga dengan kamu. Apa yang sudah kamu pelajari di sekolah sampai sejauh ini sesungguhnya sangat berguna bagi masa depan kamu. Tetapi, sifat kamu yang buruk akan membuat semuanya menjadi tidak berguna dan bernasib sama seperti lukisan ini..”
Sambil berlinang air mata, anaknya sadar dan berjanji pada ibunya, “Aku menyesal dan tidak akan mengulangi lagi perbuatanku yang dulu. Aku berjanji tidak akan bolos lagi dan akan belajar dengan rajin agar kelak bisa membahagiakan ibu.”
Sejak saat itu, anaknya mulai berubah menjadi anak yang rajin, ulet, tidak bolos sekolah, dan menyayangi ibunya.
----------------------------------------------------------------------


Bagi sebagian besar orang, memulai sesuatu untuk meraih impian mungkin tidak sulit. Yang membuatnya menjadi sulit adalah begitu banyak orang yang memutuskan untuk berhenti di tengah jalan. Banyak orang yang memutuskan untuk menyerah karena berbagai masalah.
Mungkin Anda juga pernah mengalami hal seperti ini. Anda memiliki impian yang sangat ingin Anda raih. Semangat Anda begitu berkobar. Tekad Anda begitu besar untuk menjadi seperti yang Anda inginkan. Anda mulai mengambil tindakan. Tetapi seiring berjalannya waktu, semangat Anda mulai kendur. Hambatan demi hambatan membuat Anda putus asa dan menyerah. Akhirnya, impian Anda terkubur dalam-dalam dan mulai dilupakan. Impian yang begitu indah akhirnya ternoda dan rusak.
Sesungguhnya semua orang, termasuk Anda, bisa meraih impian jika Anda tidak pernah mau menyerah. Jika Anda terus berjalan, maka Anda akan tiba di tempat yang Anda impikan. Tidak peduli berapa banyak hambatan, rintangan, masalah atau kegagalan yang berusaha menghentikan Anda, jika Anda memutuskan untuk tidak berhenti, maka tidak akan ada yang bisa menghentikan langkah Anda untuk mencapai impian.

3 Hal yang merupakan Sumber Segala Dosa


Nabi SAW bersabda, ”Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah terhadap ketiganya. Hati-hati terhadap keangkuhan, karena keangkuhan menjadikan iblis enggan bersujud kepada Adam, dan hati-hatilah terhadap tamak (rakus), karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang, dan berhati-hatilah terhadap iri hati, karena kedua anak Adam (Qabil dan Habil) salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati.”
(HR Ibn Asakir melalui Ibn Mas’ud).Jiwa manusia diliputi oleh sifat takabur pada saat manusia merasa memiliki kelebihan, baik berupa ilmu pengetahuan, harta benda, ataupun jabatan. Dalam keadaan seperti ini, setan tidak akan tinggal diam, dia akan membisikkan dan memasang perangkap untuk menjerumuskan manusia dengan melakukan tindakan yang tidak terpuji. Seperti, mencela, menghina, dan merendahkan orang lain.

Sifat kedua yang diingatkan pada kita untuk mencermatinya adalah sifat tamak (rakus). Sering kali kita melihat betapa rakusnya manusia dalam mempertahankan apa yang sedang dalam genggamannya, baik berupa harta, kekuasaan, ataupun kedudukan. Sama sekali ia tidak mau berbagi dan hanya mau dinikmati sendiri. Ia tidak pernah merasa cukup dan tidak pernah bersyukur atas apa yang diperolehnya.
Padahal, Allah SWT menjanjikan dan mengingatkan berulang kali kepada manusia bahwa sekecil apa pun perbuatan baik yang kita lakukan tidak akan sia-sia. ”Barang siapa yang mau berbuat baik walau sebesar biji dzara pun Allah SWT akan membalasnya. ” (QS Alzalzalah [99]: 7).
Ketiga, hasud atau iri hati. Dengki atau iri hati adalah perasaan tidak rela atau tidak suka melihat orang lain mendapatkan kebaikan atau kenikmatan. Ketika dalam diri manusia telah tertanam sifat dengki, ia akan menghalalkan segala cara untuk menghancurkan orang yang ia dengki. Ia tidak senang melihat orang lain sukses, pintar, hidup bahagia, dan lebih kaya darinya. Sikap seperti ini akan menghapus segala bentuk kebaikan yang selama ini ia peroleh. Perbuatan baiknya akan sia-sia karena dalam dirinya terdapat sifat iri hati.
Takabur, tamak, dan hasud merupakan tiga perangai buruk yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang tidak terpuji. Karena itu, Rasulullah SAW selalu mengingatkan kepada kita untuk menjauhi tiga hal yang menyebabkan manusia terjerumus dalam tipu daya setan.
 
Wallohu A'lam bishshowab...

Kamis, 08 Mei 2014

Nasihat Sultan Auliya Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani

 

Antara Shalat Syariat & Shalat Thariqah

"Nasihat Spiritual Hazrat Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jailani"

Sholat Syari’ah, anda sudah tahu ayat:
“Peliharalah sholat-sholat…” (Al-Baqoroh: 238)
yang disana tentu ada rukun-rukun sholat secara lahiriyah dengan gerakan-gerakan jasmani, seperti berdiri, ruku’, sujud, duduk, suara dan lafadz yang diucapkan. Semua itu masuk dalam ayat, “Peliharalah….”
Sedangkan Sholat Thoriqoh, adalah sholatnya qalbu, yaitu sholat yang diabadikan. Dalam ayat itu berlanjut : “Dan sholat yang di tengah..” atau disebut sebagai Sholat Wustho, yaitu sholatnya qalbu, karena qalbu itu diciptakan posisinya di tengah, antara kanan dan kiri, antara bawah dan atas, antara bahagia dan sengsara, sebagaimana sabda Nabi Saw, : “Qalbu berada diantara dua Jemari dari Jemari-jemari Ar-Rahman, dimana Allah membolak-balikkannya semauNya…” (Hr. Muslim, dan juga dikutip oleh Al-Ghazali dalam Al-Ihya’).
Yang dimaksud dengan Dua Jemari adalah dua sifatNya, Al-Qahr (Yang Maha Memaksa) dan Al-Luthf (Yang Maha Lembut), sebab Allah Maha Suci dari Jemari-jemari. Maka menjadi jelas maksud ayat tersebut adalah Sholat Qalbu. Apabila Sholat Qalbu rusak, maka Sholatnya pun rusak termasuk sholat jasmaninya, sebagaimana hadits Nabi Saw, “Tidak ada sholat melainkan dengan hati yang hadir di hadapan Allah.”
Orang yang sholat bermunajat kepada Tuhannya, dan tempat munajat itu qalbu (hati). Jika hatinya alpa, maka rusak pula sholatnya. Hati adalah pokoknya, yang lain hanyalah pengikutnya, sebagaimana dalam hadits Nabi Saw. “ Ingatlah! Sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal daging, apabila ia bagus maka bagus pula seluruh jasadnya, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ingatlah, daging itu adalah qalbu…” (Hr. Bukhori).
Sholat syariat itu ada waktunya, setiap hari dan malam, lima kali. Disunnahkan berjama’ah di masjid dan harus menghadap Ka’bah, mengikuti iman, tanpa ada sikap pamer dan popularitas.
Sedangkan Sholat Thoriqoh itu adalah Dzikrullah sepanjang hidup. Masjidnya adalah qalbunya. Jama’ahnya adalah perkumpulan kekuatan-kekuatan batin, untuk sibuk terus menerus mengingat Nama-nama Allah dan mentauhidkan Allah dengan lisan batin. Imamnya adalah rasa rindu dalam spirit qalbu (Fuad). Dan kibaltnya adalah Al-Hadrah al-Ahadiyah (Manunggal hamba-Allah dalam KeesaanNya) dan Keindahan ShomadiyahNya, itulah kiblat Hakikat.
Qalbu dan Ruh sibuk dengan sholat Thariqat ini sepanjang zaman. Karena Qalbu tidak mati dan tidak tidur. Ia sibuk dalam tidur dan jaga dengan kehidupan qalbu, tanpa suara, tanpa berdiri dan tanpa duduk. Itulah yang disebut oleh Allah swt:“Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan…” (Al-Fatihah, 5)
Dalam Tafsir Al-Baidhowi, Anwarut Tanzil wa Asdrorut Ta’wil, beliau mengatakan, “Dalam ayat tersebut ada isyarat bagi orang yang ma’rifat kepada Allah, dan transformasinya dari kondisi dimana ia tidak hadir jiwanya menjadi hadir di hadapan Allah Ta’ala. Maka ia berhak mendapatkan tugas ini, sebagaimana sabda Rasululllah saw: “Para Nabi dan para wali senantiasa sholat dalam kuburnya sebagaimana mereka sholat di rumah-rumah mereka.”Maksudnya mereka terus sibuk bersama Allah dan munajat bagi kehidupan qalbunya. Bila Sholat Syariat dan Sholat Thoriqoh telah berpadu, lahir dan batin, maka sempurnalah sholatnya, dan meraih pahala yang agung dalam taqarrub dengan alam ruhaninya. Dan dia juga meraih derajat jasmaniyah, lalu si hamba menjadi seorang ‘abid secara dzohir, dan ‘arif secara batin.Jika seseorang tidak berhasil sholat Thoriqoh dengan hati yang hidup, maka ia tergolong tidak sempurna, dan pahalanya tidak sampai pada derajat taqarrub kepada Allah Ta’ala.

Imam al-Ghazali tentang Kekuasaan dan Memilih Pemimpin

Imam al-Ghazali tentang Kekuasaan dan Memilih Pemimpin

Imam al-Ghazali mengingatkan ; "Bahwa seorang Sultan atau Khalifah tidak boleh meninggalkan ulama. Namun, seorang Sultan juga harus cermat, tidak sembarang ulama yang harus diminta nasihat"

HUJJATUL  Islam Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin juz II mengatakan: “Sesungguhnya, kerusakan rakyat di sebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan; dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah-lah tempat meminta segala persoalan.” (Ihya’ Ulumuddin II hal. 381).
Bagi Imam al-Ghazali, krisis yang menimpa suatu negara dan masyarakat berakar dari kerusakan yang menimpa para ulamanya. Karena itu, reformasi yang dilakukan Sang Imam dimulai dengan memperbaiki para ulama. Selain itu dalam pandangannya, pemimpin negara tidak boleh dipisah dari ulama.
Ulama tidak boleh ditinggalkan, sebagaimana agama tidak boleh ditinggalkan oleh negara. Ulamapun harus memberikan kontribusinya dengan nasihat dan peringatan terutama nasihat-nasihat akidah dan adab kepada pemimpin.
Usaha-usaha perbaikan politik yang di lakukan Imam al-Ghazali dengan menerapkan amar ma’ruf nahi munkar kepada ulama sekaligus kepada penguasa. Tahapan usaha yang dilakukan adalah, peringatan, kemudian nasehat.
Imam al-Ghazali sangat berkomitmen terhadap faktor perbaikan dan pembaharuan. Baginya, seorang ulama atau ilmuwan semestinya melakukan reformasi konstruktif untuk kebaikan politik di negara. Mereka tidak boleh diam, karena ini merupakan bentuk dari amar ma’ruf nahi munkar.
Imam al-Ghazali pun telah menunjukkan dirinya sebagai ulama yang memiliki pemikiran cemerlang, yang disegani dan diterima oleh para pejabat negara serta para ulama lain pada zamannya.
Kepada pemimpin negara, ia memberi nasihat bagaimana cara menjalankan sebuah sistem kenegaraan yang mempertimbangkan adab untuk kemaslaha- tan bersama dengan pemimpin yang mempunyai integritas tinggi ditopang dengan kekuatan syariah.
Pikiran-pikiran utama Imam al-Ghazali tentang politik dituangkan dalam Kitab al-Tibr al-Masbuk fi Nasihati al-Muluk.
Buku ini adalah kumpulan nasihat yang ditujukan kepada Sultan Muhammad ibn Malik Syah dari dinasti Saljuk. Kandungan utama kumpulan surat-surat nasihat itu dapat dikelompokkan ke dalam dua poin besar.
Pertama, Imam al-Ghazali memprioritas kan pada kekuatan akidah tauhid. Kedua, berisi naihat-nasihat moral, keadilan keutamaan ilmu, dan ulama.
Dalam awal naskah nasihatnya, Imam al-Ghazali memulai dengan kaidah-kaidah Iman. Dalam bab ini, disamping menginginkan sultan tetap loyal pada keimanan yang benar, al-Ghazali mengingatkan sultan bahwa penguasa tertinggi di dunia ini adalah al-Khalik (Allah Subhanahu Wata’ala). Dalam hal ini, tampaknya juga secara implisit al-Ghazali memberi peringatan bahwa kekuasaan sultan hanyalah titipan Allah Subhanahu Wata’ala.
Allah memberi amanah kepada Sultan untuk menstabilkan negeri sesuai dengan syariat-Nya. Dalam sub-sub bab Kitabnya, al-Ghazali menulis tentang Ke-Esaan-Nya;tiada satu pun yang menyamai-Nya. Al-Ghazali mengingatkan tentang akhirat dan tugas Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam.
Peduli politik
Meskipun menulis banyak hal pada masalah tashawuf dan berkonsentrasi di pesantrennya sendiri yang jauh dari Ibu Kota Baghdad, Imam al-Ghazali tetap sangat peduli dengan jalannya kekuasaan. Ia selalu menasehati para penguasa, agar selalu menegakkan kalimah Tauhid. Nasihat Tauhid ini dimaksudkan untuk melindungi pejabat-pejabat negara agar tidak terpengaruh dengan pemikiran Syi’ah Batiniyah yang berkembang pada zaman itu. Kelompok Batiniyah ini terkenal sebagai kelompok sesat sempalan yang radikal.
Nasihat-nasihat imam al-Ghazali itu sangat berpengaruh terhadap kestabilan politik Sultan Seljuk, terutama untuk meredam gerakan Syi’ah Batiniyah. Penguasa Nizam al-Muluk akhirnya menyatakan bahwa Batiniyah adalah kelompok sesat. Menurut Sultan, tujuan utama gerakan mereka sebenarnya adalah untuk menyingkirkan Muslim Sunni (baca Abu Hamid al-Ghazali, Fada’ih al-Batiniyah, hal 11).
Selanjutnya di pembahasan berikutnya dalam kitab tersebut, Imam al-Ghazali memulai dengan penjelasan tentang adab dan etika seorang pemimpin.Yang per tama-tama harus dipahami, menurut Imam al-Ghazali adalah mengetahui hakikat kepemimpinan (al-wilayah) dan bahaya-bahayanya ? Jika tidak amanah.
Al-Wilayah (kekuasaan) adalah kenikmatan yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala jika digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Maka, apabila seseorang diberi kenikmatan tersebut dalam hidupnya, akan tetapi tidak mengetahui ha kikat nikmat tersebut dan justru sebalikanya ia berbuat dzalim dengan kekuasaannya serta mengikuti hawa nafsunya. Pemimpin yang demikian, kata Imam al-Ghazali, telah menempatkan posisinya sebagai musuh Allah Subhanahu Wata’ala.
Jika seseorang telah menempatkan posisinya sebagai musuh Allah Subhanahu Wata’ala sebagaiman tersebut di atas, maka inilah titik bahaya seorang pemimpin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam pernah mengingatkan, bahwa seorang pemimpin harus memper hatikan tiga perkara. Pertama, apabila rakyat meminta/membutuhkan belas kasih, maka sang khalifah wajib berbagi kasih kepada mereka. Kedua, apabila menghukumi mereka maka berbuatlah adil. Ketiga, laksanakan apa yang telah kamu katakan (tidak menyalahi janji) (Al-Tibr al-Masbuk fii Nasihat al- Muluk, hal. 4).
Peran Ulama
Karena itu, Imam al-Ghazali mengingatkan, bahwa seorang Sultan atau Khalifah tidak boleh meninggalkan ulama. Namun, seorang Sultan juga harus cermat, tidak sembarang ulama yang harus diminta nasihat. Ulama Su‘ (ulama jahat) justru menjerumuskan negara pada kerusakan. Cirinya, mereka selalu memuji-muji raja secara tidak wajar, tujuan dakwahnya selalu mengarah pada duniawi. Sebaliknya seorang ulama sejati (yang disebut al-Ghazali sebagai “ulama al-akhirah“), sama sekali tidak mengharapkan balasan uang dari tangan seorang raja. Ia memberi nasihat ikhlas karena meinginginkan perbaikan dalam diri raja, negara dan masyarakat.
Dari usaha-usaha nasihatnya kepada khalifah terlihat bahwa memang, negara yang ideal adalah negara yang orang-orangnya memiliki basis Islam yang kuat, sehingga negara diurus dengan parameter syari’ah. Usaha al-Ghazali menuai hasil yang bagus, kadaan negara stabil, syari’ah diamalkan, dan pemikiran-pemikiran menyimpang tidak dihirau oleh warga negara, dan banyak kerajaan-kerajaan kecil yang bergabung, mendukung Nizam Muluk.
Setelah seorang pemimpin memiliki worldview Islam yang kokoh, mengetahui hakikat kekuasaan, maka hal yang juga penting adalah, menghindari sifat takabbur. Karena, menurut al-Ghazali, biasanya setiap pejabat pasti dicoba dengan rasa takabbur. Takabbur seorang pemimping adalah penyakit hati yang sangat berbahaya, karena akan mendorong pada perbuatan saling ber- musuhan yang tentu menarik pada pertumpahan darah (Al-Tibr al-Masbuk fii Nasihat al-Muluk, hal. 8).
Seorang raja haruslah rela berdekatan dengan rakyat kecil, melepas baju kesombongan. Begitu pentingnya memenuhi kebutuhan rakyat kecil, al- Ghazali bahkan berfatwa bahwa men- datangi rakyat untuk memberi sesuap kebutuhannya adalah lebih baik dari- pada menyibukkan diri beribadah sunnah. Mereka, rakyat kecil, adalah lemah, maka harus deperlakukan dengan lembut dan penuh kasih. Ia juga mengingatkan Sultan agar jangan sekali-kali menerima suap dari rakyatnya dengan meninggalkan syariat.
Mengenai pemimpin ideal, Imam al-Ghazali berpendapat, bahwa pemimpin harus memiliki syarat, diantaranya: mampu berbuat adil di antara masyarakat (tidak nepotis), melindungi rakyat dari kerusakan dan kriminalitas, dan tidak dzalim (tirani).
Selain itu, seorang pemimpin harus memiliki integritas, penguasaan dalam bidang ilmu negara dan agama, agar dalam dalam menentu kan kebijakan ia bisa berijtihad dengan benar, sehat panca inderanya (mata, pendengaran, lisan tidak terganggu yang dapat menghalangi ia menjalankan tugas), keempat, anggota badannya normal tidak cacat yang dapat mengganggu tugas, pemberani memiliki keahlian sia sat perang, dan kemampuan intelektual untuk meng atur kemaslahatan rakyat.
Ada dua hal penting yang ditekankan oleh Imam al-Ghazali dalam nasihat-nasihatnya, yaitu penguatan akidah dan adab. Dua hal ini tampak- nya bagi al-Ghazali merupakan faktor utama menjadi hamba Allah Swt yang sejati. Dengan istilah lain basicfaith yang ingin dikokohkan kepada para pejabat negara adalah merupakan pan- dangan dasar tentang iman.
Karena asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktifitas-aktifitas ilmiyah dan teknologi. Setiap aktifitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya, dan dengan begitu aktifitasnya itu dapat direduksi kedalam pandangan hidup. Maka seorang khalifah yang memiliki pandangan hidup Islam yang kokoh, maka semua kebijakannya tak terlepas dari pola fikir Islam.
Sedangkan adab menjadi penting ka rena manusia yang beradab (Insan adabi) adalah orang yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan Yang Maha Benar, yang mema hami dan menunaikan keadilah terhadap dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakatnya; yang terus ber upaya meningkatkan setiap aspek da lam dirinya menuju kesempurnaan manusia.
Pemikiran tersebut lahir dikarenakan tantangan besar yang dihadapai imam al-Ghazali pada masa itu. Tan ta ngan perang pemikiran dan degradasi moral.
Maka perbaikannya pun dengan menawarkan konsep adab dan menjawab tantangan pemikiran Syi’ah Batiniyah.
Kesimpulannya, Imam al-Ghazali — dalam teori kenegaraannya–mengutamakan perpaduan moral dengan kekuasaan. Negara dan pemerintahan di pimpin oleh manusia biasa, akan tetapi harus memiliki moral yang baik. Demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara universal, kebahagian dunia dan ak hirat. Maka ia memandang, agama dan negara tidak bisa dipisahkan; agama adalah pondasi,sedangkan pemerintahan adalah penjaga.

 

Selasa, 06 Mei 2014

PESAN IMAM AL-GHAZALI KEPADA MURID-MURIDNYA

 

Pesan Imam Ghazali Kepada Murid-Muridnya

Pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman,dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (Ali Imran 185)

Pertanyaan kedua "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?".. Murid-muridnya ada yang menjawab bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Pertanyaan yang ke tiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, lautan dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU" (Al A'Raf 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan ke empat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?". Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban itu benar, kata Imam Ghozali. Tapi yang paling berat adalah "memegang AMANAH" (Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini.Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT,sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang ke lima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".
Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling ringan di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHOLAT. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan sholat, gara-gara meeting kita tinggalkan sholat.

Lantas pertanyaan ke enam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?"
Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang... Benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA". Karena melalui lidah, Manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.




  • Terimalah alasan yang benar, sekalipun dari pihak lawan
  • Jangan segan segan kembali kepada yang benar, manakala terlanjur salah dalammemberikan keterangan
  • Berikan contoh dan teladan yang baik kepada murid dengan melaksanakan perintah agama dan meninggalkan larangan agama, agar demikian apa yang engkau katakana mudah diterima dan diamalkan oleh murid.
  • Dengarkan dan perhatikan segala yang dikatakan oleh ibu bapakmu, selama masih dalam batas batas agama.
  • Selalulah berusaha mencari keredhaan orang tuamu.
  • Bersikaplah sopan santun, ramah tamah dan merendah diri terhadap orang tuamu.
  • Bila mencari teman untuk mencapai kebahagian akhirat, perhatikanlah benar benar urusan agamanya. Dan bila mencari teman untuk keperluan duniawi, maka perhatikanlah ia tentang kebaikan budi pekertinya.
  • Sabar dan tabahlah dalaml menghadpi segala persoalan.
  • Besikaplah lemah lembut dan sopan santun dengan menundukan kepala.
  • Janganlah sombong terhadap sesama mahluk, kecuali terhadap mereka yang zalim.
  • Bersikap tawadduklah dalam segala bidang pergaulan.
  • Janganlah suka bergurau dan bercanda
  • Bersikap lemah lembut terhadap murid dan hendaklah dapat menyesuaikan diri atau mengukur kemampuan murid.
  • Hendaklah sabar dan teliti dalam mendidik muridnya yang kurang cerdas.
  • Jangan berkeberatan menjawab, “aku kurang mengerti,” jika memeang belum mampu menjawab sesuatu masalah.
  • Pusatkanlah perhatian kepada murid yang sedang bertanya, dan memahami benar isi pertanyaanya.
  • Cepat cepatlah memenuhi panggilan agama.
  • Jauhilah larangan larangan agama.
  • Janganlah menentang terhadap takdir Allah SWT.
  • Berpikirlah selalu tentang nikmat nikmat dan keagunga-Nya.
  • Menangkanlah yang hak dan gugurkanlah yang batil.
  • Rendahkanlah hatimu kepada Allah SWT.
  • Sesalilah segala perbuatan yang tercela dan merasa malulah dihadapan Allah SWT.
  • Hindarilah segala tipu daya yang tidak terpuji dalam mencari nafkah, dengan penuh keyakinan bahwa Allah SWT selalu melimpahkan segala usaha kebaikan apapun sertailah dengan tawakkal kepadanya.
  • Hendaklah seseorang menerima masalah masalah yang dikemukakan oleh muridnya.
Belum pernah saya berurusan dengan sesuatu yang lebih sulit daripada jiwa saya sendiri, yang kadang-kadang membantu saya dan kadang-kadang menentang
saya. (Imam Al Ghazali)

Barangsiapa yang memilih harta dan anak – anaknya daripada apa yang ada di sisi Allah, niscaya ia rugi dan tertipu dengan kerugian yang amat besar. (Imam Al Ghazali)

Barangsiapa yang menghabiskan waktu berjam – jam lamanya untuk mengumpulkan harta kerana ditakutkan miskin, maka dialah sebenarnya orang yang miskin. (Imam Al Ghazali)

Barangsiapa yang meyombongkan diri kepada salah seorang daripada hamba – hamba Allah, sesungguhnya ia telah bertengkar dengan Allah pada haknya.
(Imam Al Ghazali)

Berani adalah sifat mulia kerana berada di antara pengecut dan membuta tuli. (Imam Al Ghazali)

Pemurah itu juga suatu kemuliaan kerana berada di antara bakhil dan boros. (Imam Al Ghazali)

Bersungguh – sungguhlah engkau dalam menuntut ilmu, jauhilah kemalasan dan kebosanan kerana jika tidak demikian engkau akan berada dalam bahaya kesesatan. (Imam Al Ghazali)

Cinta merupakan sumber kebahagiaan dan cinta terhadap Allah harus dipelihara dan dipupuk, suburkan dengan shalat serta ibadah yang lainnya.(Imam Al Ghazali)

Ciri yang membedakan manusia dan hewan adalah ilmu. Manusia adalah manusia mulia yang mana ia menjadi mulia kerana ilmu, tanpa ilmu mustahil ada kekuatan. (Imam Al Ghazali)

Hadapi kawan atau musuhmu itu dengan wajah yang menunjukkan kegembiraan, kerelaan penuh kesopanan dan ketenangan. Jangan menampakkan sikap angkuh dan sombong. (Imam Al Ghazali)

Ilmu itu kehidupan hati daripada kebutaan, sinar penglihatan daripada kezaliman dan tenaga badan daripada kelemahan. (Imam Al Ghazali)

Yang paling besar di bumi ini bukan gunung dan lautan, melainkan hawa nafsu yang jika gagal dikendalikan maka kita akan menjadi penghuni neraka. (Imam Al Ghazali)

Kita tidak akan sanggup mengekang amarah dan hawa nafsu secara keseluruhan hingga tidak meninggalkan bekas apapun dalam diri kita. Namun jika mencoba untuk mengendalikan keduanya dengan cara latihan dan kesungguhan yang kuat, tentu kita akan bisa. (Imam Al Ghazali)
Sifat utama pemimpin ialah beradab dan mulia hati.
(Imam Al Ghazali)

Kebahagiaan terletak pada kemenangan memerangi hawa nafsu dan menahan kehendak yang berlebih-lebihan. (Imam Al Ghazali)

Kalau besar yang dituntut dan mulia yang dicari,maka payah melaluinya, panjang jalannya dan banyak rintangannya. (Imam Al Ghazali)

Jadikan kematian itu hanya pada badan kerana tempat tinggalmu ialah liang kubur dan penghuni kubur sentiasa menanti kedatanganmu setiap masa. (Imam Al Ghazali)

Pelajari ilmu syariat untuk menunaikan segala perintah Allah SWT dan juga ilmu akhirat yang dapat menjamin keselamatanmu di akhirat nanti.(Imam Al Ghazali)

Menuntut ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-ulang ilmu adalah zikir. Mencari ilmu adalah jihad. (Imam Al Ghazali)

Kecintaan kepada Allah melingkupi hati, kecintaan ini membimbing hati dan bahkan merambah ke segala hal.
(Imam Al Ghazali)

Ilmu adalah cahaya. Demikian kata imam syafi’I dalam syairnya. Karena ilmu begitu penting, Rasulullah saw memerintahkan, “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahad.” Namun, ilmu saja tidak cukup. Ilmu harus dimanfaatkan, dengan mengajarkan dan –yang terpenting- mengamalkannya. Imam Al-Ghazali, penulis kitab Ihya Ulumuddin, pernah mengirim surat kepada salah seorang muridnya. Melalui surat itu, Al-Ghazali ingin menyampaikan tentang pentingnya memadukan antara ilmu dan amal. Berikut petikannya.

Anakku…

Nasihat itu mudah. Yang sulit adalah menerimanya. Karena, ia keluar dari mulut yang tidak biasa merasakan pahitnya nasihat. Sesunggunya siapa yang menerima ilmu tetapi tidak mengamalkannya, maka pertanggungjawabann ya akan lebih besar. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Orang yang paling berat azabnya pada hari kiamat kelak adalah orang berilmu (‘alim; ulama) yang tidak memanfaatkan ilmunya.”

Anakku…
Janganlah engkau termasuk orang yang bangkrut dalam beramal, dan kosong dari ketaatan yang sungguh-sungguh. Yakinlah, ilmu semata tak akan bermanfaat-tanpa mengamalkannya. Sebagaimana halnya orang yang memiliki sepuluh pedang Hindi; saat ia berada di padang pasir tiba-tiba seekor macan besar nan menakutkan menyerangnya, apakah pedang-pedang tersebut dapat membelanya dari serangan macan jika ia tidak menggunakannya? ! Begitulah perumpamaan ilmu dan amal. Ilmu tak ada guna tanpa amal.

Anakku…

Sekalipun engkau belajar selama 100 tahun dan mengumpulkan 1000 kitab, kamu tidak akan mendapatkan rahmat Allah tanpa beramal.
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm [53]: 39)

“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi [18]: 110)

Anakku…
Selama tidak beramal, engkau pun tidak akan mendapatkan pahala. Ali Karramallahu wajhahu berkata, “Siapa yang mengira dirinya akan sampai pada tujuan tanpa sungguh-sungguh, ia hanyalah berangan-angan. Angan-angan adalah barang dagangan milik orang-orang bodoh.

Al-Hasan Al-Basri rahimahullah berkata, “Meminta surga tanpa berbuat amal termasuk perbuatan dosa.”
Dalam sebuah khabar, Allah SWT berfirman, “Sungguh tak punya malu orang yang meminta surga tanpa berbuat amal.”

Rasulullah saw bersabda, “Orang cerdas ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya dan berbuat untuk setelah kematian. Dan orang bodoh ialah siapa yang memperturut hawa nafsunya dan selalu berangan-angan akan mendapatkan ampunan Allah.”

Begadang mata utk kepentingan selain Wajah-Mu adalah sia-sia Dan tangis mereka utk sesuatu yg hilang selain-Mu adalah kebatilan, dan hiduplah sesukamu karna toh kamu akan mati juga.

Cintailah orang sesukamu sebab kamu toh akan berpisah dgnnya, dan berbuatlah sesukamu karna sesungguhnya kamu akan menuai ganjarannya.

Anakku, apa pun yang kamu peroleh dari mengkaji ilmu kalam, debat, kedokteran, administrasi, syair, astrologi, arud, nahwu & sharf, jgn sampai kau sia-siakan umur utk selain Sang Pemilik Keagungan.

Aku pernah menilik dlm kitab Injil sebuah ungkapan Isa a.s: Sejak mayat diletakkan di atas peti jenazah hingga diletakkan di bibir kubur, Allah melontarkan 40pertanyaan dgn segala Keagungan-Nya. Demi Allah, pertanyaan pertama yg dia ajukan adalah: Hamba-Ku, telah Kusucikan pandangan makhluk bertahun-tahun, tetapi mengapa tak kau sucikan pandangan-Ku sesaat pun, padahal setiap hari Aku melihat ke kedalaman hatimu.

Mengapa kau berbuat demi selain-Ku, padahal engkau bergelimang dgn kebaikan-Ku, ataukah engkau telah tuli & tak mendengar!

Nak, ilmu tanpa amal adalah kegilaan, & amal tanpa ilmu adalah kesia2an. __Imam Al-Ghazali dlm Ayyuhal-Walad

Sabtu, 03 Mei 2014

KISAH ALQAMAH ANAK YANG DURHAKA PADA IBUNYA

KISAH ALQAMAH ANAK YANG DURHAKA PADA IBUNYA
Konon dikisahkan  pada zaman Rasulullah ada seorang pemuda yang bernama Alqamah. Dia seorang pemuda yang giat beribadah, rajin shalat, banyak puasa dan suka bersedekah. Suatu ketika dia sakit keras, maka istrinya mengirim utusan kepada Rasulullah untuk memberitahukan kepada beliau akan keadaan Alqamah. Maka, Rasulullahpun mengutus Ammar bin Yasir, Shuhaib ar-Rumi dan Bilal bin Rabah untuk melihat keadaannnya. 
Beliau bersabda, “Pergilah ke rumah Alqamah dan talqin-lah untuk mengucapkan La Ilaha Illallah ”Akhirnya mereka berangkat kerumahnya, ternyata saat itu Alqamah sudah dalam keadaan naza’, maka segeralah mereka men-talqin-nya, namun ternyata lisan Alqamah tidak bisa mengucapkan La ilaha illallah.

Langsung saja mereka laporkan kejadian ini pada Rasulullah.
Maka Rasulullah pun bertanya, “Apakah dia masih mempunyai kedua orang tua?”
Ada yang menjawab, “Ada wahai Rasulullah, dia masih mempunyai seorang ibu yang sudah sangat tua renta.”

Maka Rasulullah mengirim utusan untuk menemuinya, dan beliau berkata kepada utusan tersebut, “Katakan kepada ibunya Alqamah, ‘Jika dia masih mampu untuk berjalan menemui Rasulullah maka datanglah, namun kalau tidak, maka biarlah Rasulullah yang datang menemuimu.’”
Tatkala utusan itu telah sampai pada ibunya Alqamah dan pesan beliau itu disampaikan, maka dia berkata, “Sayalah yang lebih berhak untuk mendatangi Rasulullah.”

Maka, dia pun memakai tongkat dan berjalan mendatangi Rasulullah.
Sesampainya di rumah Rasulullah, dia mengucapkan salam dan Rasulullah pun menjawab salamnya.
Lalu Rasulullah bersabda kepadanya, “Wahai ibu Alqamah, jawablah pertanyaanku dengan jujur, sebab jika engkau berbohong, maka akan datang wahyu dari Allah yang akan memberitahukan kepadaku, bagaimana sebenarnya keadaan putramu Alqamah?”

Sang ibu menjawab, “Wahai Rasulullah, dia rajin mengerjakan shalat, banyak puasa dan senang bersedekah.”

Lalu Rasulullah bertanya lagi, “Lalu apa perasaanmu padanya?”

Dia menjawab, “Saya marah kepadanya Wahai Rasulullah.”

Rasulullah bertanya lagi, “Kenapa?”

Dia menjawab, “Wahai Rasulullah, dia lebih mengutamakan istrinya dibandingkan saya dan diapun durhaka kepadaku.”

Maka, Rasulullah bersabda, “Sesungguhny,a kemarahan sang ibu telah menghalangi lisan Alqamah, sehingga tidak bisa mengucapkan syahadat.”


Kemudian beliau bersabda, “Wahai Bilal, pergilah dan kumpulkan kayu bakar yang banyak.”

Si ibu berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang akan engkau perbuat?”

Beliau menjawab, “Saya akan membakarnya dihadapanmu.”

Dia menjawab, “Wahai Rasulullah , saya tidak tahan kalau engkau membakar anakku dihadapanku.”

Maka, Rasulullah menjawab, “Wahai Ibu Alqamah, sesungguhnya adzab Allah lebih pedih dan lebih langgeng, kalau engkau ingin agar Allah mengampuninya, maka relakanlah anakmu Alqamah, demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, shalat, puasa dan sedekahnya tidak akan memberinya manfaat sedikitpun selagi engkau masih marah kepadanya,”

Maka dia berkata, “Wahai Rasulullah, Allah sebagai saksi, juga para malaikat dan semua kaum muslimin yang hadir saat ini, bahwa saya telah ridha pada anakku Alqamah”.

Rasulullah pun berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, pergilah kepadanya dan lihatlah apakah Alqamah sudah bisa mengucapkan syahadat ataukah belum, barangkali ibu
Alqamah mengucapkan sesuatu yang bukan berasal dari dalam hatinya, barangkali dia hanya malu kepadaku.”

Maka, Bilal pun berangkat, ternyata dia mendengar Alqamah dari dalam rumah mengucapkan La Ilaha Illallah. Maka, Bilal pun masuk dan berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kemarahan ibu Alqamah telah menghalangi lisannya sehingga tidak bisa mengucapkan syahadat, dan ridhanya telah menjadikanya mampu mengucapkan syahadat.”
Kemudian, Alqamah pun meninggal dunia saat itu juga.
Maka, Rasulullah melihatnya dan memerintahkan untuk dimandikan lalu dikafani, kemudian beliau menshalatkannya dan menguburkannya,

Lalu, di dekat kuburan itu beliau bersabda, “Wahai sekalian kaum Muhajirin dan Anshar, barangsiapa yang melebihkan istrinya daripada ibunya, dia akan mendapatkan laknat dari Allah, para malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima amalannya sedikitpun kecuali kalau dia mau bertobat dan berbuat baik pada ibunya serta meminta ridhanya, karena ridha Allah tergantung pada ridhanya dan kemarahan Allah tergantung pada kemarahannya.”



semoga semua terinspirasi cerita diatas :)

http://www.youtube.com/watch?v=kcbM-OckVO4