Allah –Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَ بَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَ الْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadhan yang di dalamnya –mulai- diturunkannya Al-Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan yang nyata yang
menunjuk kepada kebenaran, yang membedakan antara yang haq dan yang
bathil.” (QS Al-Baqarah: 185)
Al-Hafizh Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al-Bashrawi Ad-Dimasyqi (700-774) yang lebih terkenal dengan sapaan Ibnu Katsir –rahmatullah ‘alaih-, berkata mengenai ayat ini dalam Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim (I/460-461 –Darul Hadits), “Allah menyanjung bulan puasa disbanding bulan-bulan lain dengan dipilihnya sebagai waktu diturunkannya Al-Quran Al-‘Azhim. Karena hal ini pula Dia mengistimewakannya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kitab-kitab suci diturunkan kepada para nabi –‘alaihimussalam- di bulan ini. Imam Ahmad bin Hanbal –rahimahullah- [Al-Musnad
VI/107] berkata, Abu Sa’id Maula Bani Hasyim telah bercerita kepada
kami, ‘Imran Abul ‘Awwam telah bercerita kepada kami, dari Qatadah,
dari Abul Malih, dari Watsilah yaitu Al-Asqa’, bahwasannya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
أنزلت صحف إبراهيم في أول ليلة من رمضان ، و أنزلت التوراة
لست مضين من رمضان و الإنجيل لثلاث عشر خلت من رمضان و أنزل الله القرآن
لأربع و عشرين خلت من رمضان
“Suhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat
diturunkan pada enam Ramadhan, Injil diturunkan pada tiga belas
Ramadhan, dan Allah menurunkan Al-Quran pada dua puluh empat Ramadhan.”
Telah diriwayatkan pula hadits dari Jabir bin ‘Abdullah –radhiyallahu ‘anhu-.
Di dalamnya disebutkan, “Bahwasannya Zabur diturunkan pada dua belas
Ramadhan dan Injil pada sepuluh Ramadhan.” Sementara yang lainnya
sebagaimana di atas yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawih.
Adapun Shuhuf, Taurat, Zabur, dan Injil, maka diturunkan secara
spontan kepada nabi yang menerima. Sedangkan Al-Quran diturunkan secara
spontan di Baitul ‘Izzah yang berada di langit bumi. Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan di lailatul qadar, berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Kami telah menurunkannya di lailatul qadar,”
juga pernyataan-Nya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya di malam
yang penuh keberkahan.” Kemudian setelah itu turun berangsur-angsur
berdasarkan pristiwa-pristiwa yang dialami Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” Selesai keterangan Ibnu Katsir.
Al-Quran merupakan mukjizat Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
yang paling agung dan akan terus nampak hingga akhir zaman.
Keberkahannya terus mengalir dan tak akan pernah terputus. Sebuah kitab
suci yang akan selalu membimbing seorang muslim
menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Orang yang menjadikannya
imam, akan selamat dengan izin Allah, namun siapa yang tak
menghiraukannya, maka cepat atau lambat kebinasaan akan menghampirinya.
Keberkahan Al-Quran nampak jelas dengan adanya riwayat-riwayat yang
mengabarkan akan keutamaan dan keistimewaannya. Ia merupakan pedoman
hidup seorang muslim, obat dari segala penyakit badan dan hati, dan
banyak keistimewaan lainnya. Allah berfirman:
وَ نُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَ رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ لَا يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan Al-Quran (Sesuatu) yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman, sedangkan bagi orang-orang yang
zhalim hanya akan menambah kerugian.” (QS Al-Isra’ : 82)
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu-, beliau menuturkan, Rasulullah –shallalahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al-Quran), maka baginya satu kebaikan.
Satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh. Aku tidak mengatakan alif lam
mim satu huruf. Namun alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu
huruf.” (HR At-Tirmidzi)
Dari Abu Umamah Al-Bahili –radhiyallahu ‘anhu-, beliau mengatakan, Aku mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Bacalah Al-Quran. Sebab pada hari kiamat ia akan datang sebagai pemberi syafaat bagi pengembannya.” (HR Muslim)
Diriwayatkan pula dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Siapa
yang membaca Al-Quran dan mengamalkannya, pada hari kiamat orang tuanya
akan dikenakan mahkota yang cahanya lebih bagus daripada cahaya
matahari yang masuk ke rumah-rumah di dunia. Lantas bagaimana menurut
kalian dengan orang yang mengamalkannya?” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim. Al-Hakim berkomentar, “Sanadnya shahih)
Berikutnya, ‘Abdullah bin ‘Amr –radhiyallahu ‘anhuma- meriwayatkan, bahwasannya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Puasa
dan Al-Quran akan datang pada hari kiamat untuk mensyafaati hamba.
Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku telah mencegahnya dari makanan dan
minuman di siang hari, oleh karena itu izinkanlah aku memberinya
syafaat.’ Al-Quran berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku telah mencegahnya tidur
malam, oleh sebab itu berilah aku izin untuk memberinya syafaat.’ Maka
keduanya pun memberi syafaat.” (HR Ahmad, Ibnu Abid Dun-ya, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim)
Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menunjukkan akan keutamaan membaca Al-Quran.
Al-Quran di Bulan Ramadhan
Orang-orang terdahulu memiliki perhatian luar
biasa kepada bulan Ramadhan ini. Perhatian mereka ditunjukkan jauh-jauh
hari sebelum Ramadhan tiba. Disebutkan bahwa para shahabat –radhiyallahu ‘anhum ajma’in- selama enam bulan pertama memanjatkan doa
kepada Allah agar mereka disampaikan di bulan Ramadhan, kemudian di
enam bulan setelahnya mereka berdoa agar mereka dipertemukan dengan
bulan mulia ini. Hal semacam ini tentu merupakan bukti kuat akan
antusias kuat mereka dalam menggapai pahala besar padahal secara umum
mereka telah dijamin masuk surga.
Jika mereka yang jelas-jelas manusia yang dijamin surga saja begitu
hebatnya dalam berlomba-lomba dalam kebaikan, tentu kita sebagai manusia
belakangan yang tidak ada yang menjamin surge, tentu lebih berhak untuk
banyak melakukan ibadah.
Terkhusus aktifitas membaca Al-Quran, mereka memiliki perhatian yang sangat. Dalam Lathaif Al-Ma’arif, Ibnu Rajab –rahmatullah ‘alaih- menjelaskan, “Kebiasaan orang-orang terdahulu di bulan Ramadhan ialah membaca Al-Quran dalam shalat dan selainnya.”
Ini dia Jibril –‘alaihissalam- selalu mendatangi baginda Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
di setiap Ramadhan untuk mengajarinya Al-Quran. Pengkhususan Jibril
bulan Ramadhan tentu menjadi sinyal kuat bahwa Ramadhan benar-benar
waktu istimewa sehingga ia pantas menjadi waktu tadarus Al-Quran.
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-, beliau menceritakan, “Adalah
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- merupakan sosok yang paling
dermawan. Terlebih lagi di bulan Ramadhan ketika Jibril menjumpainya
untuk mengajarinya Al-Quran. Jibril menemui beliau di setiap malam
Ramadhan untuk mengajarinya Al-Quran. Maka ketika Jibril menjumpainya,
beliau adalah orang yang paling dermawan, lebih dari angin yang bertiup.”
Mengenai riwayat ini, Ibnu Rajab menuturkan (Lathaif Al-Ma’arif: 243), “Dalam hadits Ibnu ‘Abbas bahwa tadarus yang berlangsung antara beliau (Nabi –shallahu ‘alaihi wa sallam-)
dan Jibril di malam hari menunjukkan sunnahnya memperbanyak membaca
Al-Quran malam hari di bulan Ramadhan. Sebab, di malam hari sudah tidak
ada lagi kesibukkan, semangat menguat, hati dan lisan akan saling bersepakat untuk tadabbur, berdasarkan firman Allah, “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS Al-Muzammil : 6)”
Lihatlah Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan –radhiyallahu ‘anhu-
bagaimana beliau bersama Al-Quran di bulan Ramadhan. Dikhabarkan bahwa
beliau menghidupkan seluruh malamnya. Beliau membaca Al-Quran di setiap
rakaat shalat yang beliau kerjakan.
Ini dia shabat Ubai bin Ka’b –radhiyallahu ‘anhu-, beliau
mampu mengkhatamkan Al-Quran di setiap delapan harinya. Sementara shabat
Tamim Ad-Dari mampu mengkhatamkannya dalam setiap pekannya.
Imam kita, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i –rahmatullah ‘alaih-,
bahkan di bulan berkah ini mampu mengkhatamkan Al-Quran sebanyak enam
puluh kali selain Al-Quran yang beliau baca di waktu shalat.
Adalah Qatadah –rahmatullah ‘alaih- biasa mengkhatamkan
Al-Quran setiap pekannya. Jika datang bulan Ramadhan, beliau mampu
mengkhatamkannya setiap tiga harinya dan di sepuluh hari terakhirnya
beliau mampu mengkhatamkannya di setiap malamnya. (Lathaif Al-Ma’arif : 191)
Diriwayatkan pula bahwa Ibrahim An-Nakha’i melakukan hal itu khusus
di sepuluh hari terakhir saja, sedangkan untuk sisa bulannya dalam tiga
hari sekali. (Lathaif Al-Ma’arif: 191).
Disebutkan pula bahwa Qatadah biasa mengajar Al-Quran di bulan Ramadhan.
Imam Malik bin Anas Al-Asbahi yang bergelar Imam Darul Hijrah yang
memiliki pengajian dengan hadhirin yang luar biasa banyaknya, belau rela
meninggalkan pengajiannya itu dan bergegas membaca Al-Quran.
‘Abdurrazzaq menceritakan, “Apabila Sufyan Ats-Tsauri menjumpai bulan
Ramadhan, beliau biasa meninggalkan seluruh ibadah (sunnah) dan bergesa
membaca Al-Quran.”
Sufyan meriwayatkan, “Apabila Zubaid Al-Yami memasuki bulan Ramadhan,
beliau mendatangkan Al-Quran dan mengumpulkan murid-muridnya.”
Muhammad bin Mas’ar menceritakan, “Ayah saya tidak pernah tidur sampai beliau membaca setengah Al-Quran.” (Lathaif Al-Ma’arif : 318-319)
Jika ada yang bertanya, bagaimana mungkin mereka mengkhatamkan Al-Quran kurang dari 3 hari sementara Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang hal tersebut?
Berikut adalah jawaban Ibnu Rajab, “Adapun larangan mengkhatamkan
Al-Quran lebih dari malam, maka itu khusus jika dilakukan terus-menerus.
Sedangkan di waktu-waktu yang memiliki keistimewaan sebagaimana bulan
Rhamadhan terkhsus malam-malam yang di dalamnya diburu lailatul qadar,
atau di tempat-tempat yang memiliki keutamaan seperti Makkah bagi
orang-orang asing yang memasukinya, maka disunnahkan memperbanyak
membaca Al-Quran sebagai bentuk perhatian pada zaman dan tempat. Inilah
hemat Ahmad, Ishaq, dan imam-imam lain. Ini pula lah yang dipraktekkan
selain mereka sebagaiman yang disebutkan di atas.” (Lathaif Al-Ma’arif: 319)
Kiranya cerita-cerita di atas sudah cukup dijadikan sebagai motofasi
dan penyemangat bagi orang-orang yang mencari akhirat. Al-‘Allamah
Muhammad bin ‘Ali bin Adab Al-Atsyubi –hafizhahullah- dalam Qurrah ‘Ain Al-Muhtaj
(I/6) memberikan penjelasan, “Orang yang cerdas akan faham hanya dengan
isyarat yang tidak difahami orang bodoh meski dengan seribu ungkapan.
Orang yang dungu juga tak akan memperoleh faidah meski dibacakan Taurat
dan Injil”.
Semoga Allah Jalla wa ‘Ala memberikan kita kekuatan untuk
bisa lebih memanfaatkan bulan Ramdahan kali ini dan bulan-bulan lainnya
dalam beribadah kepada Allah seiring berkurangnya jatah hidup di dunia.
Semoga shalawat beriringan salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, keluarga, shahabat, dan semua orang yang senantiasa menampakkan dan menghidupkan ajaran beliau hingga hari akhir.
—