Mari Belajar dan Terus Belajar, Membenahi Diri
65 hari 16 jam 10 menit 45 detik
Menuju Awal Puasa Ramadhan 2023

23 Maret 2023

Selasa, 07 Oktober 2014

"ESENSI KEIMANAN"


Kata iman berasal dari bahasa Arab yang artinya percaya. Iman (bahasa Arab:الايمان) secara etimologis berarti percaya'. Perkataan iman (ايمان) diambil dari kata kerja 'aamana' (أمن) -- yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'. Menurut istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.

Pembesar islam, para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh:
Sayyidah Aisyah r.ah.: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.”
Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota."
Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota).”
Imam Asy-Syafi'i berkata : ijma' dari sahabat, tabi'in dan generasi setelahnya yang kami ketahui bahwa mereka berkata, "Iman adalah perkataan, amalan dan niat, tidaklah cukup salah satu dari itu kecuali bersama yang lain.”

Rukun-Rukun Iman
Rukun Iman ada 6 : Iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kiamat (akhir), dan iman kepada qadla' dan qadar.
Adapun keenam rukun iman (Iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada para rasul, iman kepada hari kiamat (akhir), dan iman kepada qadla' dan qadar) merupakan landasan atau pondasi bagi orang yang menyatakan dirinya sebagai muslim beserta konsekwensinya. Dari landasan kepercayaan yang kokoh sesuai dengan petunjuk Allah ini seseorang disebut memiliki aqidah. Kata aqidah secara bahasa disebut pula "rabth"  yang artinya tali, pegangan. Aqidah merupakan keyakinan yang keluar dari interpretasi ajaran yang dipastikan kebenarannya (berdasarkan wahyu). Dari aqidah inilah dibangun syari'ah dan etika moral yang menjadikan kesempurnaan hidup manusia sebagai hamba Allah yang mampu melakukan hubungan vertikal dengan benar dan baik kepada Dzat Yang Maha Sempurna, dan melakukan hubungan baik dengan sesama manusia. Dalam al-Qur'an Allah telah menyeru kita agar tetap beriman kepada-Nya, yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya" (al Nisa': 136 ).
Manusia tidak diciptakan secara main-main saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah tidak menjadikan manusia hanya untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia. Manusia diciptakan untuk satu hikmah dan tujuan yang agung dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (Masuk surga atau neraka). Bukti manusia diciptakan tidak secara main-main telah dijelaskan dalam al-Qur'an, Allah berfirman yang artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh" (QS. Adz Dzariyat: 56-58).
Demikianlah seorang manusia harus dapat bersikap profesional dan proporsional dalam mencapai tujuan tersebut (Agung), sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu orang yang paling sukses dan paling mulia disisi Allah adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah yang artinya:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. 49:13).
Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal:
I'tisham Bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah dan berusaha merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga dengan I'tisham Bihablillah ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal ini pun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;
I'tisham Billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakkal dan berserah diri serta memohon pertolongan kepada Allah dari seluruh rintangan dan halangan mewujudkan yang pertama tersebut. I'tisham Billah melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai (keridhaan) Allah seperti seorang yang berjalan di atas satu jalanan menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan, sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini. Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari kesesatan dan menunjukinya ke jalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata menjadi alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan. Kesimpulannya I'tisham Bihablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang I'tisham Billahi memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab keselamatannya di perjalanan. Sehingga dengannya (I'tisham Billah) kita selamat dari rintangan mengamalkannya. Sebab seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.
Disebutkan dalam al-Qur'an bahwa orang yang beriman dan berbuat baik kelak akan mendapatkan penghargaan yang tiada tara, sebagaimana firman Allah yang artinya: "Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya" (QS. Al Baqarah:32).
Demikian ulasan tentang iman yang kami buat semoga artikel ini bermanfaat dan bisa dibuat pegangan.

آمِيـــــــــــــــــــنْ آمِيـــــــــــــــــــنْ آمِيـــــــــــــــــــنْ يَآرَبَّ آلٌعَآلَمِِيِن


**** HIDUP DALAM KEIKHLASAN ADALAH HIDUP DALAM KE IMANAN ***


Dalam kehidupan, seseorang yang tidak mengerti tentang hidup akan merasa sulit untuk menerima hidup.. karena hidup harus disertai dengan pengertian dan makna hidup ini. 

Allah memberikan kita dunia beserta isinya semata adalah beribadah kepada-Nya, untuk belajar berjuang mempertahankan diri dalam menjalankan hidup, memaknai dan memahami hidup itu sendiri, bukan untuk merusak kehidupan kita sendiri. 

Hidup yang Allah berikan adalah untuk kita syukuri betapa nikmatnya hidup ini, kita diberi nafas untuk tetap bertahan hidup, diberi mata untuk memahami betapa besarnya ciptaan Allah, diberi pendengaran, tubuh, hati dan pikiran semata hanya untuk beribadah kepada-Nya. 

Tetapi mengapa kita masih saja ingkar, masih saja angkuh dan sombong dengan hidup ini? Kadang kita merasa hidup yang kita jalani itu bukan pemberian Allah, kadang sebagian dari kita melupakan Allah, melupakan segala sesuatu diluar diri kita, lupa dengan teman kita, suami kita, istri kita, anak kita, orang tua kita, kadang kita merasa bahwa hidup ini hanya MILIK AKU yang pada akhirnya kita berbuat sekehendak kita sendiri terhadap orang lain, kita menjadi merasa diri sebagai majikan, sebagai raja bahkan sebagian ada yang merasa dirinya sebagai TUHAN!! Sedangkan Allah sendiri tidak bersifat sombong, tidak bersifat angkuh. 

Tuhan bersifat lemah lembut! Membimbing hati dan fikiran kita pada jalan yang lurus, meberi kita kemauan untuk menjadi lebih maju, memberi kita keinginan untuk mendapatkan ilmu hidup untuk bekal kita di kehidupan kita yang lain. Pernah saya merenungi, bahkan mungkin renungan yang sangat mendasar sekali, sama seperti yang ada dalam pikiran dan hati Anda semua. Bahwa kita bukan siapa-siapa. Kita hadir di dunia inipun atas kehendak Allah, kita tidak tahu akan kemana kita melangkah, akan dibawa kemana diri kita. Namun Tuhan memberi kita akal dan pikiran untuk menjalani hidup ini, memaknai hidup ini, dan masih banyak lagi yang mungkin Anda pun bisa menjabarkannya dan mengambil kesimpulan bahwa ; 
* “siapa diri kita”, 
* “arti kehidupan”, 
* “bersikap bagaimana terhadap semua hal diluar diri kita” 

Sekarang kita masih belum bisa memaknai hidup, yang semestinya kita sudah memahaminya bila kita sering tafakur, merenungi hidup, merenungi segala ciptaan-Nya. 

Pernahkah kita ditanya “siapakah dirimu?” hampir semua orang menjawab dengan sebuah nama sambil menepuk dada. Bila kita merenunginya, berarti diri kita hanyalah sebuah nama. 

Dimanakah sebenarnya diri kita? Kita hanya seonggok daging bertulang yang diberi nyawa oleh Allah. Kita tidak pernah tahu siapa diri kita, bila kita tidak pernah mengkaji diri kita. Apalagi bila kita diberi hidup dengan segala kecukupan bahkan kelebihan dalam hidup kita, banyak orang melupakan Tuhan dalam hidup ini, tetapi bila kita hidup menderita, berkesusahan, barulah kita ingat akan Tuhan, dengan bergegas mengambil wudhu dan melaksanakan shalat untuk memohon pada Tuhan akan peningkatan hidupnya, untuk tambahan rejekinya, untuk mendapatkan jodoh dan sebagainya. 

Dan bila Tuhan telah mengabulkan permohonan kita, kita kembali lari menjauh dari Allah, berbuat maksiat, dan mengagungkan diri sendiri pada orang lain tanpa malu pada Tuhan yang telah menciptakan hidup kita! Angkuh dengan berbuat sekehendak diri kita sendiri. 

Sungguh Tuhan tidak menyukai tindakan kita yang melebihi batas ini, sehingga Tuhan murka, memberikan ujian pada diri kita, memberikan musibah pada diri kita, untuk menguji keimanan kita, untuk menguji kemampuan kita dalam mempertahankan hidup, menguji kita dalam bersyukur…. 

Sungguh bohong bila ada orang yang mengatakan bahwa aku hidup kaya adalah karena kemapuanku dalam segala hal, karena prestasiku dalam bekerja, karena kemampuan otakku yang cemerlang. 

Yang benar adalah semua itu karena TUHAN memberikan kita hidup untuk dipergunakan dengan keimanan, beribadah pada ALLAH. 

Maka lakukanlah dan laksanakan hidup ini sebagai sarana ibadah pada Sang Pencipta dengan penuh KEIKHLASAN. Sungguh akan terasa sangat beda bila kita berjalan di muka bumi ini adalah untuk beribadah, dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan serta rasa bersyukur. 

Maka apa yang kita usahakan, apa yang kita jalani akan membawa berkah…. 

Kita mencari bekerja bukan semata untuk mendapatkan imbalan dari apa yang kita kerjakan, tetapi kita bekerja untuk beribadah kepada Sang Pencipta, karena memberi makan anak istri adalah suatu bentuk ibadah kepada Sang Pencipta. Itu hanya salah satu contoh dari sekian banyak . 

contoh-contoh yang ada di kehidupan kita. Semoga apa yang kita usahakan dan apa yang kita kerjakan bila dibarengi dengan IMAN DAN KEIKHLASAN akan membuahkan hasil.  
آمِيـــــــــــــــــــنْ آمِيـــــــــــــــــــنْ آمِيـــــــــــــــــــنْ يَآرَبَّ آلٌعَآلَمِِيِن