Mari Belajar dan Terus Belajar, Membenahi Diri
65 hari 16 jam 10 menit 45 detik
Menuju Awal Puasa Ramadhan 2023

23 Maret 2023

Selasa, 28 Juni 2016

"MUHASABAH" >> BELAJAR DARI KEHIDUPAN

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١٨﴾
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. "

(Q.S.59:18)
Syaikh Abdur Rahman As Sa'diy mengatakan, '' Ayat ini merupakan dalil pokok yang menggugah seorang hamba untuk melakukan introspeksi terhadap dirinya. Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi seorang hamba untuk besikap objektif terhadap dirinya. Jika dia melihat dirinya salah hendaklah dia menanggulanginya dengan meninggalkan kesalahan, bertobat dan berpaling dari hal yang menyebabkan dia melakukan kesalahan itu. Jika dia melalaikan hal yang diperintahkan Allah maka dengan sendirinya dia berusaha dengan segenap kemampuanya dengan meminta tolong kepada Allah agar dia mampu meluruskan, menyempurnakan dan merapikanya. Selanjutnya dia harus menimbang antara karunia yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dan kelalaian yang telah dilakukanya terhadap hak Allah, maka sudah dapat dipastikan perasaan ini akan menumbuhkan rasa malu dalam dirinya.''

Kata Muhasabah memiliki arti bila engkau menghitung sesuatu. Al Mawardi mendefinisikan muhasabah dengan, '' bila seseorang pada malam harinya membuka kembali lembaran perbuatan yang telah dilakukanya siang hari. Jika ternyata perbuatan itu terpuji , ia melanjutka pada hari berikutnya dan mengiringinya dengan perbuatan yang serupa. Sebaliknya jika ternyata perbuatan itu tercela, maka dia membersihkannya jika mampu dan jika tidak, maka mengiringinya dengan kebaikan untuk menghapusnya, lalu menghentikan perbuatan yang semisal pada masa yang akan datang.''

Imam Ibnu Qayyim mengatakan bahwa muhasabah ada dua macam,yaitu :

1. Muhasabah sebelum berbuat
Hal ini dilakukan sebelum melakuakan suatu perbuatan dengan meluruskan niat , pikiran, kehendak dan tekad yang ada di dalam jiwa. Ada beberapa pertanyaan yang bisa ditanyakan terhadap diri kita sebelum melakukan sesuatu :
A. Apakah pebuatan yang akan kita lakukan dapat kita kuasai atau tidak?
B. Apakah melakukanya lebih baik daripada meninggalkanya?
C. Apakah kita melakukanya ikhlas karena Allah atau tidak?
D. Apa sarana yang dapat membantu untuk merealisasikanya.

2. Muhasabah setelah beramal
Ibnu Qayim membagi menjadi 3 lagi:
A. Muhasabah terhadap hak-hak Allah.
B. Muhasabah terhadap perbuatan yang telah ditinggalkan karena lbih baik daripada mengerjakanya.
C. Muhasabah terhadap hal yang mubah, apakah dilakukan karena Allah atau hanya sebagai kebiasaan harian saja.

Ibnu Qayyim juga memberikan tips darimana kita mulai muhasabah, beliau berkata,'' Hendaklah seseorang memulai dengan amalan fardhu, jika disana terdapat kekurangan maka lengkapilah. Kemudian beralih kepada hal-hal yang dilarang, jika dia melakukan kesalahan ini maka segeralah betobat, memohon ampun dan mngerjakan amal-amal kebaikan untuk menghapusnya. Kemudian mmuhasabah kelalaian yang dilakukan terhadap tujuan yang melatarbelakangi pencipttaan dirinya. Jika terdapat kelalaian maka hendaklah menanggulangi dengan banyak berdzikir kepada Allah. Kemudian menghisab apa-apa yang telah dilakukan anggota tubuhnya, apakah untuk ketaatan kepada Allah atau kemaksiyatan.

Di anjurkan pula bagi sorang hamba pada pemulaan harinya untuk berpesan kepada dirinya untuk mlakukan kebaikan. Selanjutnya dipenghujung siang harinya dianjurkab menentukan suatu saat untuk mengevaluasi semua gerak dan sepak terjang yang telah dilakukan sejak permulaan siang hari. 

Muhasabah diumpamakn oleh ulama adalah perhitungan yang dilakukan oleh teman seperseroan dalam usaha yang sangat kikir terhadap teman usahanya. Hal ini menggambarkan bahwa manusia harus teliti dalam mengaudit dirinya sendiri, memeriksa berbagai perkara dengan sangat ketat.

Para salafushalih juga kadang menghukum dirinya jika melakukan kealpaan. Mereka menghukum dirinya  dengan cara memaksakan kepadanya untuk mengerjakan hal-hal yang diwajibkan atau hal-hal yang disunahkan untuk mengganti perbuatan haram yang dilakukanya.

Khalifah umar menghukum dirinya ketika dia telaat melakukan shalat asar berjamaah dengan cara menshadaqahkan sebidang tanah yang harganya mencapai 200000 dirham.
Ibnu Umar apabila terlewatkan dari sholat berjama'ah maka dia menghidupkan sepanjang malamnya dengan sholat sunnah. Dia pernah mengakhirkan waktu sholat maghrib karena suatu hal maka sebagai hukuman akan hal itu dia memerdekakan dua orang budak.
Ibnu Abu Rabi'ah pernah ketinggalan dua rakaat sunah fajar, maka sebagai hukumanya ia memerdekakan seorang budak.

Itulah muhasabah para salaf, pendahulu kaum muslimin. Mereka melakukanya setiap waktu dan mereka melakukan untuk kepentinganya di akhirat kelak. Bukan hanya ketika akhir tahun dan hanya untuk kehidupan dunia yang hina. Maka jika kita bandingkan diri kita dengan para salaffusshalih maka sungguh sangat jauh keadaan kita. 

Semoga Allah memberikan karunia kepada kami dan jagalah kami dari siksa Api Neraka. Amien.

Wallahu 'alam bi shawab
.

Kamis, 09 Juni 2016

" RAMADHAN, BULAN MEMBENTUK AKHLAQ DAN MERAIH RAHMAT "

Ramadhan telah tiba. Semua element masyarakat muslim menyambut datangnya bulan istimewa ini dengan segala kegembiraan, dan suka cita karena kerinduan yang mendalam ingin bertemu dengan “Bulan Ramadhan”.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh barakah, nikmat serta bulan yang banyak memberikan pelajaran dan pendidikan yang berharga bagi umat Islam sebab dengan datangnya bulan yang istimewa ini, masyarakat muslim banyak belajar bersabar dalam menghadapi permasalahan, tidak mudah marah, bersikap loyal terhadap sesama tetangga dan memiliki sikap empati dan peduli terhadap penderitaan orang lain. Yang kesemuanya itu tidak lepas dari turut andilnya Bulan Ramadhan dalam pembentukan akhlak terpuji serta meraih rahmat Allah SWT.
Akhlaq terpuji merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap muslim, karena akhlak terpuji merupakan salah satu identitas seorang muslim bahkan keimanan seorang muslim dikatakan tidak sempurna sehingga dia memiliki akhlak yang tepuji, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «أكمل المؤمنين إيماناً أحسنهم خلقاً
Dari abu Hurairah berkata : Rasulullah saw bersabda : ” Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah orang mu’min yang paling baik akhlaknya diantara kalian” ( H.R. Imam Ahmad )
Dari sabda Rasulullah saw diatas menunjukkan bahwa akhlak yang terpuji merupakan masalah yang urgen yang harus dimiliki oleh setiap muslim, oleh sebab itu hendaknya setiap pribadi yang mengaku dirinya seorang muslim hendaknya dia memiliki akhlak yang terpuji sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, karena Rasulullah lah suri tauladan dan panutan yang paling pantas dan baik.
Karena begitu pentingnya Akhlak yang terpuji bagi seorang Muslim bahkan dikatakan pula bahwa Akhlak merupakan simbol atau icon bagi seorang Muslim, maka disini akan dipaparkan secara sederhana mengenai manfaat Akhlak bagi Umat serta Peran bulan Ramadhan dalam membina Akhlak Umat
1. Pembinaan akhlak terpuji melalui bulan Ramadhan
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah saw beserta keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mendukungnya, selanjutnya, Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
 “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Baqarah:183).
Ayat diatas menegaskan akan tujuan utama diwajibkannya puasa, yaitu untuk menghidupkan taqwa di dalam hati, menumbuhkan akhlak yang mulia dalam jiwa, sebagaimana ia juga betujuan untuk memunculkan spirit baru bagi orang-orang beriman. Puasa merupakan salah satu sarana dari itu semua, karena ia mampu meningkatkan sisi rohani dan akhlaki bagi orang yang berpuasa, sehingga mampu memperkokoh kehendaknya dan membawanya untuk taat dan patuh terhadap apa yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, dan mencegahnya dari sesuatu yang berasal dari ucapan dan perbuatan yang tidak layak, melindunginya dari tunduk kepada syahwat dan mengikuti hawa nafsu yang selalu mengajak pada kejahatan, sebagaimana mencegah dirinya dari ucapan kotor, dosa, dan permusuhan atas orang lain, sebagaimana dalam hadits disebutkan:
والصِّيامُ جُنَّة، وإِذا كانَ يومُ صومِ أحدِكم فلا يَرفُثْ ولا يَصخَب، فإِن سابَّهُ أحدٌ أو قاتَلهُ فلْيَقُلْ إِني امرؤٌ صَائِم.
“Puasa itu ibarat perisai. Pada saat puasa, janganlah kamu mengucapkan kata-kata kotor, tidak sopan dan tidak enak didengar, dan jangan pula ribut bertengkar. Jika di antara kalian ada yang memaki atau mengajak berkelahi, hendaknya dikatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa”. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’I, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Disamping itu, Puasa secara tidak langsung juga dapat melatih diri untuk bersabar dan menahan hawa nafsu, seperti jika ada seseorang yang mencelanya atau mengajak berkelahi maka secara otomatis orang yang berpuasa akan mengatakan bahwa dirinya sedang berpuasa dan diapun enggan melakukan perbuatan yang tercela.
فإِن سابَّهُ أحدٌ أو قاتَلهُ فلْيَقُلْ إِني امرؤٌ صَائِم
. Jika di antara kalian ada yang memaki atau mengajak berkelahi, hendaknya dikatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa”.
Dari pemaparan hadits diatas kita dapat mengetahui bahwa puasa mempunyai andil yang cukup besar dalam pembentukan akhlak terpuji bahkan dia merupakan perisai yang dapat mencegah atau menghalangi seseorang yang ingin berbuat maksiat yang berakhir pada dosa dan murka Allah SWT.
Puasa juga memiliki manfaat yang tiada duanya, yaitu manfaat mendapatkan sesuatu dan terhindar dari sesuatu. Seperti kita ketahui, naluri manusia selalu berujung pada dua hal, yaitu ingin mendapatkan sesuatu yang enak lagi nikmat serta terhindar dari sesuatu yang tidak enak apalagi menyakitkan. Ibadah Puasa, selain mendapatkan sesuatu yang paling enak yang tiada taranya yaitu surga, juga akan terhindar dari sesuatu yang paling tidak enak yaitu neraka, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
عن أبي سعيدٍ الخُدريِّ رضيَ الله عنه قال : سمعتُ النبيَّ صلى الله عليه وسلم يقول: «مَن صامَ يَوماً في سبيلِ الله بَعَّدَ الله وَجهَهُ عنِ النارِ سبعينَ خَريفاً».
Dari abu Sa’id al-Khudri RA berkata : Nabi saw bersabda : “barang siapa yang berpuasa di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan mukanya dari neraka selama tujuh puluh tahun karena puasa hari itu” ( HR. Bukhari )
2. Urgensi Akhak terpuji bagi kebangkitan umat
Akhlak yang baik adalah hal yang terpenting yang harus dimiliki oleh umat Islam karena akhlak merupakan bentuk riil dari agama Islam yang rahmatan lil alamin, maka sangat ironis jika agama Islam yang rahmatan lil alamin ini mempunyai pemeluk yang buruk atau bejat akhlaknya dan sebenarnya eksistensi umat itu tampak pada akhlaknya jika rusak akhlaknya maka akan hilang pula eksistensinya. Oleh sebab itu melalui bulan Ramadhan diharapkan dapat membentuk kembali dan menata kembali dekresi atau penurunan akhlak yang terjadi pada umat Islam saat ini. Dan umat Islam yang mumpuni adalah umat yang mampu mensinergikan dan mengkompormitaskan antara ibadah ruhiyah dan kreatifitas materi, dan antara keberhasilah hidup di dunia dan keberhasilan hidup di akhirat, dan para cendekiawan menyadari bahwa undang-undang saja tidak akan mampu memberikan jaminan dalam memuluskan suatu pekerjaan dan produktifitas yang baik, sementara dari sini (ibadah) akan terwujud ketaqwaan, kemuliaan akhlaq dan pembinaan jiwa yang hidup sebagai tujuan asasi bagi seluruh udang-undang dan syariat, bahkan sebagai tujuan utama dari diutusnya Rasulullah saw, seperti sabda beliau:
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إنما بعثت لأتمم صالح الأخلاق.
Dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah saw bersadda : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. (Ahmad dan ditashih oleh Baihaqi menurut syarat Muslim).
Karena Urgennya akhlak terpuji bagi kebangkitan umat, maka Islam menginginkan melalui ibadah yang mulia pada bulan Ramadhan pada setiap tahunnya untuk mengingatkan umat Islam agar berpegang teguh pada akhlak mulia sehingga mampu merekonstruksi peradaban dan memberi ketenangan hidup di dunia; sebagai rahasia kekuatan dan pondasi kebangkitan serta titik tolak perubahan menuju yang lebih baik. Sebagaimana firman Allah SWT :
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
 “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar-Ra’ad:11)
Perubahan bukanlah hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan atau akan tercipta dengan sekejap seperti dalam mimpi tapi perlu adanya usaha dan kegigihan untuk mewujudkan perubahan tersebut, dan sebenarnya spirit dari perubahan tersebut adalah para pemuda karena dengan adanya pemuda yang memiliki citra dan akhlak yang terpuji maka disitulah titik terang perubahan akan muncul tapi sebaliknya jika spirit perubahan (pemuda) di sini memiliki tabi’at yang tercela dan sulit untuk di rekontruksi ulang, maka disitulah titik awal kehancuran umat islam. oleh sebab itulah para musuh Islam berusaha dengan gigihnya menghancurkan apa yang masih tersisa dari sumber-sumber kekuatan di tengah para pemuda, mereka berusaha untuk mengumbar syahwat para pemuda, mengajak pada hawa nafsu dan melepas akan ikatan agama, akhlak dan sosial, mereka mengerahkan tenaga dan fikiran untuk mendorong masyarakat Islam pada kehancuran akhlaknya. Karena mereka yakin dengan menghancurkan akhlak pemuda Islam maka itu bisa melemahkan generasi Islam yang akan datang. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا
“Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)”. (An-Nisa:27)
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
” Setan menjanjikan ( menakut-nakuti ) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji, sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karuniaNya kepadamu. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui” ( al-Baqarah : 268 )
Maka sepatutnya, bagi Umat Islam hendaknya kembali kepada ketaqwaan yang merupakan tujuan utama dari ibadah puasa yang mulia ini serta lebih berhati-hati terhadap godaan musuh Islam yang senantiasa datang mengganggu dan mengahasut umat Islam untuk berpaling dari kebenaran.

Semoga bermanfaat...!!!
Wallahu a’lam bisshawab.